PRODUKSI kain dan pemakaian busana ternyata telah dikenal jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri. Hasil riset peneliti kepurbakalaan menyebut kain telah dikenal sejak 6.000 SM atau masa neolitikum maupun zaman prasejarah. Hanya saja, busana yang diproduksi kala itu masih sederhana.
Kasub Unit Koleksi Pusat Informasi Majapahit (PIM) Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim Tommy Raditya D menerangkan, terdapat sejumlah temuan yang memperkuat hipotesa peneliti kepurbakalaan. Seperti di situs Gilimanuk, Melolo (Sumba), maupun Gunung Wingko (Yogyakarta). Di situs tersebut peneliti menemukan cap tenunan, alat pemintal benang, kereweng-kereweng bercap kain tenun, hingga adanya tenunan kain dari kapas. ”Jelas busana era prasejarah jauh lebih sederhana dan tak sekompleks pakaian masa sejarah atau modern,” sebutnya.
Lebih lanjut, temuan alat pemukul kayu dari batu dan kain berbahan kulit kayu dari masa neolitikum didapati di wilayah Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Produksi kain dari kulit kayu pun sangat berbeda. Kulit kayu direndam lalu dipipihkan dengan cara dipukul yang lantas dikeringkan. ”Bahkan pakaian kulit kayu di Sulawesi Tengah dipakai untuk menutupi tubuh pada berbagai kegiatan upacara adat,” ujarnya. Pakaian berbahan kayu tersebut digunakan manusia prasejarah di wilayah iklim tropis.
Sementara mereka yang berada di daerah dingin menggunakan pakaian dari kulit binatang berbulu tebal. Layaknya domba maupun harimau. Sebelum dikenakan, kulit-kulit hewan tersebut dibersihkan dari daging dan lemaknya yang kemudian dikeringkan. Tak sampai di situ, peneliti mendapati sejumlah temuan perhiasan dari masa prasejarah. Di antaranya gelang dan kalung dari bahan batu. ”Selain itu ada perhiasan dari untaian manik-manik berbahan batu, kerang, biji-bijian, dan kaca. Pemakaian perhiasan ini ada kaitannya dengan kepercayaan dan hal-hal mistis di masa itu,” tukas Tommy. (vad/ron)