IDENTIFIKASI selera dan gaung musik di suatu daerah tak lepas dari eksistensi para musisinya. Di Mojokerto sendiri, genre musik rock sempat menjadi raja dan trendsetter di era tahun 1980-1990-an. Sejumlah nama band dan vokalis beken sempat mengisi belantikan musik nasional. Lantas bagaimana cara para musisi ini menjaga esksistensinya?
SALAH satu musisi yang lahir dan dianggap sukses mengantarkan nama Mojokerto hingga di level nasional adalah Avirgi Katariena Puspiyannes. Wanita kelahiran 9 September 1975 ini masih terjaga eksistensinya sebagai vocalis rock perempuan atau lady rocker Mojokerto di tingkat nasional.
Berkiprah di dunia musik sejak usia 13 tahun, suara Nina tampaknya masih cukup akrab di telinga penggemar rock, khususnya Jawa Timur. Bahkan, Nina juga masih sering tampil di beberapa event musik bersama artis-artis rock papan atas seperti Mel Shandy dan Ecky Lamoh. Meski gaung musik rock kini tak sehebat dulu, namun karir wanita 47 tahun ini di percaturan musik tak pudar begitu saja.
’’Ya, yang penting nggak neko-neko dan selalu menjaga attitude. Meskipun rock masih distigmakan dekat dengan kekerasan, alkohol dan narkoba, namun hal itu masih bisa dihindari,’’ terangnya. Ya, Vina sendiri memang menjaga betul bagaimana karirnya tetap bertahan di tengah gempuran genre indie dan K-Pop yang merajai belantika musik Indonesia saat ini.
Selain sopan santun dalam berperilaku, Nina juga betul-betul menikmati step demi step rasanya berkarir musik dari bawah. Yakni mulai dari panggung ke panggung di usia SMP, kemudian menginjak naik ke sejumlah festival hingga akhirnya dilirik label dan turut serta dan konser sejumlah musisi nasional hingga dewasa ini. Meski single-nya tak setenar musisi lain, namun nama dan suara Vina masih cukup dibutuhkan sejumlah artis top.
’’Masih sering menjadi backing vocal-nya Mel Shandy. Dan saat ini dipasrahi juga oleh mas Doddy Katamsi, eks vokalis Elpamas menjadi guru di sekolah vokalnya,’’ tandasnya. Nah, perilaku dan momentum seperti itu yang tampaknya belum ia temukan pada musisi muda saat ini, khususnya di Kota Mojokerto. Bahkan, gaung musik di Kota Onde-Onde kini seolah mati suri.
Sejumlah event musik juga mulai jarang dijumpai, apalagi musisinya. Padahal, sejumlah fasilitas dan media kini mudah diakses dalam mendukung mereka dalam menyalurkan bakat dan kreativitasnya. ’’Dulu tidak ada mentor atau sekolah musik resmi, semuanya serba terbatas dan otodidak. Sehingga mau tidak mau harus berupaya maksimal dalam mengulik dan mencari referensi bermusik yang baik dan benar. Beda dengan sekarang yang sudah banyak sumber informasi di internet. Media sosial baik youtube (YT), whatsapp (WA) dan Tiktok juga sangat mendukung musisi dalam menyalurkan dan mempromosikan bakatnya,’’ tandasnya.
Tak hanya itu, dukungan dari stakeholder baik pemerintahan hingga keamanan juga dianggap masih kurang greget. Padahal, kehidupan musik dan musisi tak bisa dipisahkan dari event dan pementasan. Akan tetapi, sejak tahun 2010 hingga sekarang, animo event musik menurun drastis. ’’Ya, sejak tahun 2010 sampai sekarang, apalagi adanya pandemi Covid-19, event-event musik seperti konser dan sudah jarang. Sekarang beralih ke media digital sebagai ruang berkarya. Padahal, konser masih menjadi ladang penghasilan utama bagi musisi,’’ ujarnya. (far/fen)