BISA dibilang, tradisi ruwat sudah menjadi bagian dari masyarakat Jawa. Tradisi leluhur untuk memanjatkan rasa syukur pada sang pencipta di setiap bulan Ruwah (kalender Jawa) itu masih terjaga hingga kini. Selain menjaga identitas masyarakat agraris, ruwat diyakini sebagai penyeimbang alam.
Tak cuma menggelar doa bersamaa dan sedekah bumi, tradisi ruwat di Mojokerto dibalut dengan pementasan seni hingga menyusuri situs peninggalan Majapahit. ’’Kata ruwat sebenarnya diambil dari ruwah (nama bulan dalam kalender Jawa). Istilahnya itu gotak-gatuk atau cocokologi saja,’’ ucap Nanang Moeni, ketua Sanggar Gulo Klopo Trowulan.
Bagi masyarakat Jawa, sejatinya ruwat bertujuan untuk pembersihan diri maupun suatu wilayah dari energi negatif, keburukan, maupun kesialan. Hal tersebut diwujudkan dengan adanya pembacaan doa, harapan, sekaligus rasa syukur atas anugerah Tuhan. Yang dibarengi dengan sedekah bumi. ’’Tujuannya ruwat atau ruwah ini baik, istilahnya bersih-bersih-lah. Dan dalam kalender Jawa, bulan ruwah bertepatan sebelum bulan poso (Ramadan),’’ ungkap pemerhati budaya asal Trowulan itu.
Nanang menjelaskan, dari sudut pandang tradisi Jawa, ruwat identik dengan kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah agraris. ’’Bagi masyarakat pesisir, penyebutannya beda lagi. Sudah bukan ruwat, tapi labuhan ataupun petik laut,’’ tambah Nanang.
Dalam bulan ruwah kali ini, lanjutnya, penjuru wilayah Trowulan bakal menggelar ruwat desa. Namun begitu, waktu pelaksanaannya bakal dikembalikan ke masing-masing desa. ’’Masing-masing dusun di wilayah Trowulan nanti akan mengadakan ruwatan. Tapi, waktu pastinya tergantung masing-masing (dusun),’’ terangnya. Secara umum, kegiatan ruwat bakal dibarengi dengan nyadran. Yakni sejumlah rangkaian budaya yang menyertai ruwatan.
Tak jarang, sejumlah gelaran seni turut dalam rangkaian prosesi ruwat. Bahkan, kini ruwatan dibalut selusur situs peninggalan Majapahit di Trowulan. ’’Kami bersama masyarakat menyuarakan kepedulian pelestarian warisan Majapahit dengan melakukan Jelajah Pusaka Trowulan Ruwat Segaran. Karena ruwat sendiri merupakan tradisi turun temurun dari Majapahit,’’ bebernya.
Digelar sejak kemarin hingga hari ini, masyarakat diajak menelusuri sejumlah situs peninggalan Majapahit sebelum menggelar ruwat. Yakni situs Gapura Wringin Lawang, Bajang Ratu, Candi Brahu, Candi Tikus, maupun Sumur Upas. ’’Selain agar menjaga peninggalan leluhur, juga sebagai belajar ulang terkait Nusantara dan Majapahit. Terutama terkait budayanya. Karena ruwat ini sendiri bisa dibilang sebagai akulturasi budaya (warisan leluhur) juga,’’ papar Nanang.
Kemarin, Nanang dan kawan-kawan menggelar ruwat segaran di situs Kolam Segeran yang dibarengi dengan gelaran seni. Puncaknya, hari ini masyarakat akan diajak menilik kirab budaya dan ruwat dusun di Punden Jatisumber. ’’Dengan ini, harapannya agar ada banyak pembangunan yang berarti dan mengutamakan asas manfaat pada berbagai peninggalan Majapahit itu sendiri. Karena dengan begitu sekalian bisa mendongkrak wisata religi, budaya, dan sejarah di Trowulan,’’ tukasnya.
Jelajah Pusaka Trowulan Ruwat Segaran merupakan kegiatan sejarah dan budaya yang diprakarsai Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI). Yang didukung sejumlah komunitas budaya di Mojokerto. Mulai Sanggar Gulo Klopo, Mojopahit Lelono, Madyantara, hingga Mandala Majapahit. (vad/fen)