31.8 C
Mojokerto
Saturday, June 10, 2023

Sistem Penanggalan Era Majapahit, Bersanding Penanggalan Pranata Mangsa

SISTEM penanggalan Saka rupanya bukan satu-satunya kalender yang digunakan di era Majapahit. Masyarakat kala itu juga mengenal dan menerapkan penanggalan Jawa maupun Pranata Mangsa dalam kehidupan sehari-hari. Meski begitu, kalender Saka yang diadaptasi dari India ini menjadi kalender resmi atau acuan utama kerajaan.

”Sepertinya saat itu ada beberapa macam penanggalan yang dipakai. Tidak banyak, mungkin ada dua atau tiga,” sebut Kasub Unit Koleksi Pusat Informasi Majapahit (PIM) Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim Tommy Raditya D.

Masyarakat Nusantara yang mengenal sistem penanggalan selain Saka tersebut adalah masyarakat Jawa. Sebab, terdapat penanggalan Jawa dan Pranata Mangsa yang diyakini sudah ada sejak sebelum Majapahit berdiri. ”Tapi untuk penanggalan prasasti dan kakawin biasanya menggunakan tahun Saka,” ujarnya.

Dalam kalender Jawa, secara umum terdapat 12 bulan yang dalam sebulan terdapat 30 atau 31 hari. Yang saat ini dikenal dengan bulan Suro, Safar, Mulud, Bada Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, Poso, Syawal, Dzulqoidah, dan Besar. Nama-nama bulan tersebut memiliki sebutan yang berbeda di setiap daerah. Apalagi, dalam perjalanannya, kalender Jawa sempat mengalami perubahan. Tepatnya pada tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka, saat Sultan Agung dari Kesultanan Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa.

Baca Juga :  Kelurahan Purwotengah, Angkat Jejak Sejarah Masa Kecil Soekarno

’’Kalau penanggalan Jawa yang sekarang ini memang dari masanya Mataram Islam,” terang Tommy. Hal ini berbeda dengan Pranata Mangsa yang merupakan sistem penanggalan terkait pertanian atau bercocok tanam dan penangkapan ikan yang jadi acuan masyarakat petani. Tak jauh berbeda dengan penanggalan lainnya, dalam setahun Pranata Mangsa, terdapat 12 bulan.Yang disebut bulan Kasa, Karo, Katelu, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawola, Kasanga, Kasepuluh, Desta, maupun Sada.

Setiap bulannya memiliki jumlah hari yang bervariatif. Mulai dari 23 hari hingga 41 hari. Di mana dalam Pranata Mangsa, terbagi menjadi empat musim (mangsa). Yakni musim hujan (rendheng), pancaroba akhir musim (mareng), musim kemarau (ketigo), dan musim pancaroba menjelang hujan (labuh). ”Jadi ada kalender (khusus) yang digunakan oleh petani. Menurut Zoetmulder (pakar sastra dan budaya Indonesia) itu juga disebutnya Penanggalan Kaum Tani,” ungkap alumnus Fakultas Ilmu Budaya UNAIR ini.

Baca Juga :  Peredaran Petasan di Mojokerto Jadi Barang Terlarang

Ditambahkannya, Pranata Mangsa punya sistem penanggalan yang unik ketimbang kalender lain. Selain jumlah hari dalam masing-masin bulan yang berbeda. ”Penanggalan kaum tani ini terdiri dari 10 bulan (utama) ditambah dua bulan terapit atau hapit. Dan mungkin, penanggalan tani ini justru penanggalan asli orang Jawa,” tandas Tommy. (vad/ron)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/