Oleh: Dedy Muhartadi, Kabag Administrasi Pemerintahan Setdakab Mojokerto
DUNIA pertanian tak banyak dilirik kaum muda. Sektor ini dinilai sebagai pekerjaan kotor, menguras energi dan dengan penghasilan rendah. Mereka cenderung memilih sektor industri dengan iming-iming penghasilan tetap. Justru banyak yang beranggapan, pertanian tak cocok untuk kaum muda. Namun hanya tepat bagi yang sudah berusia renta.
Isu krisis pangan dan energi telah menjadi perhatian seluruh dunia pada konferensi tingkat menteri (KTM) ke-12 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa yang dlaksanakan mulai 12 Juni–16 Juni lalu.
Dari enam isu utama yang dibahas, ada tiga isu yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Isu pertama membahas krisis pangan. Kedua, berkaitan dengan reformasi pertanian. Tiga pilar dalam isu tersebut adalah public stockholding for food security purposes (PSH), special safeguard mechanism (SSM), dan domestic support.
Isu ketiga adalah subsidi perikanan. Pembahasan subsidi perikanan di WTO dilatarbelakangi desakan lembaga multilateral lainnya ke WTO untuk mengatur pemberian subsidi global perikanan tangkap yang menyebabkan overfishing dan overcapacity (OFOC) perikanan dunia.
Sementara itu, dalam sidang kabinet paripurna (SKP) di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/6/2022), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan jajarannya untuk mewaspadai situasi dunia yang tidak dalam kondisi normal serta mengantisipasi krisis pangan dan energi.
Isu krisis pangan ini memang layak digelindingkan. Karena, saat ini, pekerjaan seorang petani, tak banyak dilirik kaum muda. Ketidaktertarikan itu dipicu banyak hal. Di antaranya produksi yang lebih lambat dan hasil yang seringkali tak memuaskan. Rendahnya tingkat upah yang diterima pada sektor pertanian dibandingkan bekerja diluar sektor pertanian merupakan alasan lain pemuda untuk tidak bekerja di sektor pertanian.
Hal ini dipengaruhi perspektif generasi muda terhadap usaha bidang pertanian pangan adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sedangkan pendidikan, usia, luas usaha tani, pendapatan dan status sosial tidak memberikan pengaruh terhadap perspektif generasi muda dalam usaha bidang pertanian pangan.
Hal ini dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah agar pemuda yang bertani, dicekoki ilmu tentang sistem pertanian yang baik dan modern. Sehingga, pengetahuan, keterampilan dan sikap generasi muda terhadap usaha bidang pertanian pangan memperoleh hasil yang lebih baik.
Pertanian sangat terbuka untuk semua usia. Semakin muda, semakin kuat, semakin enerjik, semakin kritis, makin apik kerjanya. Pertanian dengan semangat baru harus diluncurkan. Seperti membangun perilaku baru dan behaviour anak muda untuk mendapatkan pendapatan yang jauh lebih baik dari bidang pertanian.
Sumpah Pemuda, berarti semangat besar yang tidak boleh pudar oleh berbagai dinamika dan tantangan zaman. Sementara, pertanian adalah sumber kehidupan utama yang tidak boleh padam oleh berbagai keadaan. Termasuk adanya krisis pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia dan ancaman krisis pangan dalam waktu 10 tahun ke depan. Harus menjadi tonggak sejarah, di mana masalah pangan harus tertanam di dalam benak pemuda.
Oleh karena itu, sudah selayaknya pemuda dan pemudi di seluruh Indonesia peduli pada sektor pertanian, dan semoga mereka bisa terlibat langsung dalam menyiapkan pangan terbaik untuk Negeri. Selamat Hari Sumpah Pemuda. Semoga ini menjadi komitmen kita untuk berkontribusi dalam melahirkan kedaulatan pangan Indonesia. (*)