Terganjal Kewenangan, Bapenda Bersurat ke Menkeu hingga KPK
KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Polemik galian C di Dusun Sekeping, Desa/Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto yang dituding merusak lingkungan kian berlarut. Hingga kini pemerintah daerah belum berhasil mengurai persoalan tersebut.
Dalam audiensi yang digelar Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto Kamis (8/12), pemerintah seakan lempar handuk karena tersandera aturan. ’’Apa yang disampaikan rakyat, khusunya warga Dusun Sekeping ini butuh sentuhan pemda,’’ ungkap Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto Pitung Hariyono.
Meski tak punya kewenangan melakukan penertiban, setidaknya Pemkab Mojokerto bisa berkirim surat ke pemerintah provinsi atau pun kementerian ESDM terkait persoalan ini. Didukung surat pengaduan yang juga bakal dikirim oleh organisasi Gusdurian Mojokerto dan legeslatif yang dapat pengaduan dan ikut mengawal kepentingan petani ini. ’’Ketika tahu kondisi alamnya seperti itu, dan ada perizinan yang tidak bertanggung jawab, maka pemkab berhak untuk melaporkan ke kementerian ESDM,’’ tambahnya.
Apalagi, dengan pengerusakan jalan usaha tani (JUT) di tengah beroperasinya galian C ini berpengaruh pada keberlangsungan para petani. Pertama mematikan ekonomi secara langsung karena warga Sekiping, akses satu-satunya tersebut terputus. Kemudian soal reklamasi, sesuai keluhan para petani tak sesuai dengan kesepakatan awal. ’’Lahan pertanian yang awalnya disamaratakan malah dikeruk lebih dari enam meter. Dan saya lihat sangat dalam lagi,’’ tuturnya.
Tak sekedar itu, material yang diambil di area tambang juga semuanya, tak sekedar pasir atau pun tanah uruknya saja. ’’Diambil semua sumber alam. Ada batu diambil batu, ada pasir diambil pasir, ada tanah diambil tanah. Kalau pemerintah diam saja, sama halnya tidak ada kepedulian kepada warga,’’ tegasnya.
Kepala Bapenda Kabupaten Mojokerto Mardiasih, menegaskan, Pemkab Mojokerto sudah melakukan pendataan seluruh galian C di kabupaten. Tak sekedar yang sudah mempunyai izin, melainkan juga yang ilegal. Langkah itu bentuk tindak lanjut dari KPK yang dua bulan lalu hadir di Mojokerto. ’’Bapenda di sini melakukan kajian tekait PAD yang lepas dari potensi yang ada. DLH kajian masalah dampak lingkungan, termasuk perizinan juga dilibatkan,’’ tegasnya.
Menurutnya, setelah izin ditarik dari kewenangan kabupaten menjadi kewenangan pusat, membuat penambang kesulitan mendapatkan izin. Imbasnya banyak bermunculan galian C ilegal. Tak urung ada dua kerugian yang diterima daerah. Satu tidak mendapatkan PAD, kedua terjadi kerusakan lingkungan.
’’Itu kajian dari kami, upaya yang kami lakukan, kami sudah bersurat ke Menkeu, Kemendagri, bahkan ke KPK. Bukan berarti pemda tidak berbuat, tapi ini melanggar UU, UU bukan kewenangan kita, ada kewenangan instansi lain. Bapenda pun tidak berani mengambil pajaknya, walaupun diizinkan oleh kementerian keuangan, karena pajak lepas daripada izin,’’ paparnya. (ori/fen)