Mengaji di Tengah Keterbatasan
KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Keterbatasan fisik tak menghalangi 11 santri ini untuk terus belajar membaca Alquran dengan fasih. Metode pembelajaran braille mereka tempuh dengan serius demi bisa membaca dan melafalkan ayat-ayat suci Alquran secara sempurna. Lewat gerakan tuna netra mengaji yang berjalan tiga tahun belakangan, sejumlah penyandang tuna netra Mojokerto ini pun berhasil membaca dan menghafal ayat dan surat dalam Alquran dengan lancar dan benar.
Bertempat di sebuah yayasan di Lingkungan Kedungwali, Kelurahan Miji, Kecamatan Kranggan, 11 santri tuna netra dituntun khusus oleh guru braille yang sudah berpengalaman. Satu persatu dari mereka dibimbing untuk bisa menghafal dan melantunkan setiap mushaf Alquran yang tersusun dari bintik lubang yang tertera. Berbeda dengan Alquran biasa yang terlihat atas susunan huruf arab, Alquran braille ini tersusun bintik-bintik yang bisa diraba jari untuk dipahami sebagai susunan firman Allah SWT.
Reynata Muhammad Alamsyah, warga Lingkungan Kedungsari, Kelurahan Gunung Gedangan, Kecamatan Magersari, satu di antara belasan santri tuna netra mengaku sudah tiga tahun mengikuti gerakan mengaji braille. Meski terbilang lebih susah dari sekadar mendengar dan menghafalkan bacaan Alquran, namun Reynata mengaku cukup bangga atas capaiannya. Bahkan, pria 21 tahun ini mampu menginjak pada bacaan Alquran juz 1. Setelah sebelumnya melewati ujian iqra braille. ’’Sebelumnya hanya menghafalkan lewat insting pendengaran. Kalau sekarang sudah bisa membaca dengan meraba Alquran braille,’’ terangnya.
Dengan membaca braille, Reynata mengaku mampu memahami susunan ayat sesuai dengan tajwid dan harakat dan washol-nya. Mulai dari panjang-pendek bacaan dan keindahan ayat sesuai simbol yang tersaji dalam Alquran braille. ’’Kalau cuma mendengarkan, tajwid dan hafalannya sering rancu. Di sini sama juga melatih kepekaan jari,’’ terangnya. Sementara itu, koordinator Gerakan Tuna Netra Mengaji Mojokerto, Sugeng Pribadi menjelaskan, metode membaca Alquran braille ini adalah solusi atas keterbatasan para penyandang tuna netra.
Meski sebagian besar sudah dikenalkan dengan ayat-ayat suci Alquran lewat metode mendengar dan menghafal, namun hal itu dirasa belum sempurna. sehingga butuh tuntunan khusus untuk bisa membaca alquran dengan baik dan benar. ’’Banyak dari santri ini (penyandang tuna netra, Red) sudah dikenalkan Alquran oleh SLB. Namun hanya sebatas hafalan dengan mengandalkan audio. Sementara secara literasi lemah dan tidak bisa memastikan bacaannya itu benar. Baik secara penggalan ayat, tajwid atau harakatnya,’’ tambahnya.
Adi sapaan akrabnya mengaku gerakan Tuna Netra mengaji sudah berjalan sejak tiga tahun belakangan. Dua guru relawan diturunkan untuk bisa menuntun kaum disabilitas ini dua kali dalam sepekannya. Bekerja sama dengan 11 SLB di Kabupaten dan 3 SLB di Kota, 11 kaum disabilitas ini terus dibimbing sampai benar-benar bisa membaca fasih dan sempurna. ’’Alhamdulillah sudah meluluskan santri iqro. Beberapa diantaranya kini sudah menginjak ke Alquran,’’ pungkasnya. (far/ron)