Wilayah Mojokerto memiliki tingkat kesuburan tanah yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian produktif. Tak hanya padi, Mojokerto juga pernah tercatat menjadi daerah penghasil komoditas kopi, tebu, dan berbagai hasil bumi lainnya. Bahkan, pemerintah kolonial juga mendirikan landbouw atau balai pertanian sebagai tempat penelitian dan uji coba berbagai jenis tanaman.
Sejarawan Mojokerto Ayuhanafiq mengungkapkan, balai pertanian di Mojokerto didirikan pada pertengahan 1939. Karesidenan Mojosari dipilih menjadi titik lokasi pembangunan gedung yang dinamanan Selectuin Landbouw Mojosari.
Menurutnya, kantor tersebut merupakan kepanjangan tangan dari Jawatan atau Dinas Pertanian yang dibentuk pemerintahan kolonial untuk meningkatkan hasil pertanian. ’’Landbouw Mojosari secara khusus didirikan untuk meneliti tentang tanaman kacang-kacangan, terutama kedelai,’’ ungkapnya.
Kebijakan pendirian landbouw tersebut dilakukan dengan perencanaan yang matang. Pria yang akrab disapa Yuhan ini menjelaskan, pembangunan infrastruktur pelat merah itu dilakukan melalui proses yang cukup panjang.
Salah satunya setelah berhasil melakukan percobaan penanaman biji kedelai. Disebutkannya, uji coba tanaman varietas baru yang dikembangkan Balai Penelitian Pertanian Bogor tersebut dilakukan pada kisaran 1923. Saat itu, bibit unggul kedelai yang diberi label nomor 27 itu ditanam di tiga tempat berbeda.
Antara lain di areal pertanian di Mojosari, Kabupaten Mojokerto. Sedangkan lokasi uji coba lainnya dilakukan di Jombang dan Sidoarjo. ’’Ternyata hasil panen kedelai di Mojokerto mendapatkan hasil terbaik dibanding dua daerah lainnya,’’ sebut Yuhan.
Hasil tersebut, ungkap dia, berdasarkan perbandingan perolehan panen kedelai per hektare. Di Sidoarjo, kedelai varietas baru itu hanya mampu menghasilkan panen kering seberat 11,7 pikul atau kisaran 7,07 kuintal. Sedangkan panen kedelai di Mojosari per hektare rata-rata memperoleh 14,8 pikul atau setara 8,9 kuintal.
Sehingga, pemerintah kolonial akhirnya memutuskan membangun tempat penelitian benih kacang-kacangan yang ditempatkan di Mojosari. ’’Mojosari dipilih dengan pertimbangan karena hasil uji coba tanaman kedelai bisa melampaui proyeksi,’’ ulas Yuhan.
Di sisi lain, Kawedanan Mojosari juga memiliki hektaran sawah bekas pertanian tebu yang sebelumnya menyuplai bahan baku pabrik gula. Lahan yang kembali dikelola petani setempat itu kemudian dijadikan sebagai media tanam kadelai.
Setidaknya 20 hektare lahan dipersiapkan untuk menunjang Landbouw Mojosari. Sedangkan gedung penelitian dibangun persis di dekat perbatasan Mojosari-Bangsal atau kini Jalan Gajah Mada. Selain perkantoran, di kompleks landbouw tersebut juga disediakan fasilitas rumah dinas bagi pegawai. (ram/abi)