Salah satu destinasi alam menjadi daya tarik wisatawan domestik di Kabupaten Mojokerto adalah Petirtaan Jolotundo, Trawas. Tak sekadar menyimpan cerita rakyat, sumber airnya diyakini mengandung khasiat kelas dunia. Bahkan, mitos di tengah masyarakat dapat menolak bala atau kesialan. Warga biasa, pejabat publik, kades, dan pengusaha pun tak jarang memanfaat mitologi ini.
MEMANG, bangunan candi berupa pemandian yang berdiri di abad X pada masa Mpu Sindok ini memiliki destinasi berbeda. Selain sebagai tempat sejarah, dan objek wisata, tidak jarang pula jadi jujukan prosesi ritual. Tak sedikit wisatawan memilih mandi dan membawa pulang air untuk tujuan tertentu. Sebab, candi di kaki lereng barat Bukit Bekel, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto tersebut diyakini menyimpan khasiat. Salah satu mitosnya adalah agar awet muda dan dapat menolak balak atau membuang kesialan.
Jawa Pos Radar Mojokerto berkesempatan menelusuri sisi lain di balik warisan budaya yang dibangun Prabu Udayana sebagai hadiah Raja Airlangga di masa Kerajaan Kahuripan. Hari-harinya memang tidak pernah sepi pengunjung. Bukan hanya pagi, siang, atau sore hari, namun juga malam hari. Pengunjung yang datang tak sekadar mencuci muka atau berendam, air yang muncul di balik dinding-dinding candi selalu jadi oleh-oleh sendiri bagi wisatawan. Baik yang datang perorangan maupun rombongan.
Yuswati, 54, salah salah satunya. Pengunjung ini menyebut, dari cerita rakyat yang berkembang, membuatnya penasaran untuk datang. Lebih-lebih, khasiat mineral airnya disebut berada di antara deretan teringgi dunia setelah zamzam. Atas cerita itu, dia pun mencoba datang walau sekadar cuci muka dan mandi atau bahkan berendam. ’’Biar awet muda seperti para putri raja. Juga, untuk terapi dan mengobati segala macam penyakit,’’ katanya.
Saat pulang, dia yang datang bersama dua saudaranya tak lupa mengisi tiga galon air Jolotundo. ’’Saya bawa pulang untuk minum suami dan keluarga. Saya tidak punya penyakit, tapi saya pilih mencegah daripada mengobati,’’ bebernya. Setidaknya, saat stok air habis, bersama suami, dia mengaku kembali di petirtaan para petinggi raja dan ratu terdahulu ini. Disamping untuk mengisi beberapa galon yang disiapkan, tak lupa berendam hingga beberapa jam. ’’Banyak manfaatnya. Memang, antara percaya dan tidak percaya. Kalau saya pribadi percaya saja,’’ imbuhnya.
Husain, 62, pengunjung lainnya mengaku tidak asing dengan Petirtaan Jolotundo. Tak hanya objek wisata sejarah, namun airnya dikenal memiliki kualitas yang baik bagi kesehatan. ’’Airnya segar bisa buat terapi,’’ ungkap warga asal Indramayu, Jawa Barat ini. Sudah tiga kali ini dia datang ke Jolotundo. Disamping mengambil air, bersama rombongan ziarah Wali Songo, dia selalu tak melewatkan untuk membersihkan tubuh dengan mandi dan berendam.
Koordinator Wisata Petirtaan Jolotundo, Disparpora Kabupaten Mojokerto, Admaji menjelaskan, jujukan pengunjung memang tidak lepas dari kualitas kandungan mineral airnya salah satu yang terbaik di dunia. ’’Daya tariknya ya airnya itu, dipercaya bisa membuat awet muda dan untuk obat itu,’’ terangnya.
Setidaknya, ini dibuktikan, dari setiap pengunjung yang datang selalu membawa air dalam jeriken, galon atau botol air mineral. Di antaranya berlatar belakang pejabat publik, pengusaha, kepala desa (kades) dan warga biasa. Bahkan lebih dari itu, kasak-kusuknya, kalangan pejabat publik kadang diam-diam datang untuk mandi dan berendam sebagai ritual proses pembersihan diri. Demi meningkatkan derajat dan mempertahankan jabatannya. ’’Banyak yang datang. Mulai dari masyarakat biasa sampai pejabat, mandi dan mengambil air di sini,’’ tandasnya.