MOJOKERTO – Mojokerto bukan hanya dikenal dengan seni-budaya, objek pariwisata alam, dan kulinernya. Di bumi Kerajaan Majapahit ini juga meninggalkan destinasi sayur-sayuran hasil bumi, dan buah-buahan khas melimpah.
Kini, yang menjadi buruan wisatawan lokal maupun domestik adalah durian Trawas, Kabupaten Mojokerto. Kecamatan dengan 13 desa ini kaya akan ragam durian yang menawarkan cita rasa dan kualitas berbeda.
Ya, durian Trawas dikenal memiliki tekstur yang menggoda lidah para penikmatnya. Seperti durian jenis montong, mrica, bawor, dan oranye. Di balik rasanya yang manis, juga menyimpan sensasi kenikmatan luar biasa. Durian khas Trawas memang menyimpan rasa manis-legit, legi-pahit (manis-pahit), keset (agak kering), tidak lumer, dan sensasi rasanya spesial.
Sekilas, dari sisi bentuk, memang, tidak ada yang berbeda dari ragam durian di wilayah pegunungan selatan timur Kabupaten Mojokerto ini. Namun, daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasuruan itu, saat ini tengah memasuki masa panen durian.
Setidaknya, wisatawan dapat menemui langsung durian-durian dengan aroma dan rasa khas tersebut di bawah panorama Gunung Penanggungan atau dikenal dengan Gunung Pawitra (suci). Baik melihat langsung buahnya yang memikat, namun masih berada di atas pohon, maupun dapat menikmati dari rumah-rumah permukiman penduduk asli Trawas.
Di antaranya, di Desa Penanggungan, Kedungudi, Duyung, dan Belik, Kecamatan Trawas. Radarmojokerto.id berkesempatan menikmati langsung sensasi buah durian khas asli Trawas di Desa Duyung. Di desa ini, wisatawan dapat dengan mudah menikmati sajian durian tanpa harus memetik terlebih dahulu. Menyusul, penduduk di kampung wisata itu banyak yang menawarkan durian asli Trawas dari rumah-rumah mereka sendiri.
Salah satunya adalah Eka Nur Oktaviana bersama sang bunda, Aminah. Dalam kurun beberapa tahun terakhir ini, rumahnya selalu jadi jujukan wisatawan maupun penggila buah durian. Selain dapat memilih dan memilah langsung, wisatawan dapat bisa mencicipi legit dan manisnya durian Trawas terlebih dahulu. Sebelum mereka memutuskan untuk membeli.
”Dari awal Januari ini, memang sedang memasuki musim panen durian asli Trawas,” ujar Eka. Harga yang ditawarkan pun relatif terjangkau. Mulai dari Rp 25 ribu, Rp 50 ribu, hingga Rp 70 ribu untuk durian oranye berukuran besar. ”Khas durian sini adalah durian mrica. Namun, ada juga jenis durian lain. Seperti montong dan durian oranye,” paparnya.
Dia menjelaskan, yang membedakan durian Trawas dengan durian asal daerah lain adalah tekstur dan rasanya. Teksturnya terasa keset, punel, dan tidak lumer. ”Namun, rasanya manis-pahit. Ada sensasi yang berbeda,” paparnya.
Aminah, ibunda Eka juga menyatakan hal yang sama. Bagi penikmat durian yang ingin menghindari kandungan durian nonkolesterol juga ada. Yakni, untuk jenis durian oranye. Durian berukuran besar ini, kata Aminah, biasanya menjadi buruan penikmat kuliner buah-buahan tanpa ada kandungan alkohol alias nonkolesterol.
”Durian jenis oranya memang tidak ada kandungan alkoholnya, dan ini nonkolesterol. Rasanya, mirip-mirip ketela. Manis dan teksturnya padat,” paparnya. Sehingga selalu jadi buruan wisatawan atau pengunjung yang suka buah-buahan nonkolesterol.
”Biasanya, pengunjung ramai datang saat akhir pekan. Hari Sabtu atau Minggu,” tandas Aminah. Meski demikian, masa panen durian tahun ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Beluam banyak petani durian memanen dengan skala besar.
Hal itu menyusul banyak pohon dan buah durian yang sedikit mengalami gagal panen akibat cuaca ekstrem yang belakangan melanda kawasan Kabupaten Mojokerto. Khususnya di wilayah Trawas dan sekitarnya. “Makanya, tahun ini tidak panen raya. Sebab, cuacanya sangat ekstrem. Hujan disertai angin. Banyak durian yang rontok,” pungkas Aminah.