KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Gubernur Jatim diminta ikut bertanggung jawab atas praktik galian golongan C (pasir dan batu) tak berizin yang merajalela beberapa tahun belakangan ini.
Pasalnya, pemerintah daerah kesulitan mengawasi sekaligus menertibkan setelah adanya pengambil alihan kewenangan terkait galian C ke tingkat provinsi. Demikian itu diungkapkan anggota Komisi IV Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR-RI, Muhtarom, selepas mengikuti focus group discussion (FGD) pertambangan pasir dan batu ilegal di Kabupaten Mojokerto di rumah makan Jalan Jayanegara, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Jumat (27/12).
’’Penindakan dan pengawasan harusnya tugas gubernur,’’ ungkap Muhtarom. Itu dikarenakan, kewenangan penindakan hingga perizinan terkait galian C berada pada pengelolaan pemprov. Pihaknya mendesak agar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menindaklanjuti persoalan galian C ilegal di Kabupaten Mojokerto. ’’Ini mendesak bu gubernur. Karena di tataran yang tidak bisa ditoleransi. Jangan sampai kasus Lumajang geser ke Mojokerto,’’ tandas politisi PKB ini.
Pria yang akrab disapa Mbah Tarom ini menambahkan, dari visualisasi saat FGD dirinya mengaku prihatin atas kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah Kabupaten Mojokerto. ’’Karena di situ tidak ada reklamasi, tidak ada perbaikan. Ini nantinya yang terkena dampaknya masyarakat sekitar galian juga,’’ tukasnya. Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Ayni Zuroh, menegaskan, Pemprov Jatim juga patut bertanggung jawab terhadap maraknya galian C ilegal. ’’Harusnya gubernur ikut bertanggung jawab. Karena pengawasannya itu sebenarnya dari provinsi. Kita awasi bisa salah, karena perdanya tidak ada di sini,’’ ungkapnya.
Ketua DPC PKB Kabupaten Mojokerto ini menjelaskan, kondisi galian C menyebabkan dampak lingkungan yang luar biasa destruktif. Terutama yang berupa galian tak berizin. Karena, jumlahnya lebih besar daripada galian yang berizin. ’’Jadi luar biasa. Yang ilegal itu lebih besar dari yang legal,’’ jelas dia. DPRD Kabupaten mendapatkan data dari Sekdakab Mojokerto, terdapat 53 lokasi galian tak berizin. Sedangkan, 20 lokasi izinnya kedaluwarsa. Sementara, hanya ada 14 lokasi galian yang berizin. Dari galian berizin didapatkan pendapatan asli daerah (PAD) hanya Rp 26 miliar.
Politisi PKB ini juga menyebutkan, hasil FGD yang melibatkan forkopimda plus dan anggota DPR-RI bakal dibawa ke tingkat Provinsi Jatim dan pemerintah pusat. Tarikannya, yakni terkait regulasi galian C yang dianggap menghambat. ’’Karena kita tidak punya perda. Perda ada di provinsi dan undang-undang minerba. Harapan kita, kewenangan dikembalikan ke kabupaten, karena yang merasakan (dampak kerusakan lingkungan) bukan yang di atas. Tapi, kami yang di bawah,’’ sebut dia.
Lebih detail terkait dampak lingkungan akibat galian C ilegal, Zuroh menuturkan, kejadian banjir bandang di Desa Kalikatir, Kecamatan Gondang, awal tahun 2019 merupakan dalam adanya galian C ilegal. ’’Jadi bayangkan gunung diambil batunya tinggal tanahnya aja. Jadi, banjir yang terkena dampak tidak hanya kabupaten. Tapi juga kota. Jadi, ini masalah bersama. Khususnya di Jatim,’’ terangnya.
Oleh sebab itu, rekomendasi FGD tersebut juga menelurkan pembentukan tim bersama untuk melakukan upaya penegakan atau penertiban. Yang mana, tim melibatkan jajaran forkopimda plus. ’’Tentunya, tetap butuh dukungan dari gubernur. Segera kita ramu. Rekom FGD akan kita kirim ke gubernur dan DPR-RI serta kawal terus,’’ tegasnya. Diketahui, dalam FGD tersebut diikuti ratusan orang yang terdiri dari perwakilan jajaran forkopimda, seperti DPRD, pemkab, Dandenpom, Polres Mojokerto, hingga Dinas ESDM Jatim. Juga, OPD pemkab, seperti DPUPR dan DLH. Serta, LSM lingkungan dan organisasi kemahasiswaan, seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).