KONDISI dunia kian karu- marut. Ambisi penguasa bakal menyebabkan peperangan mahadahsyat. Seluruh dunia, akan hancur. Kondisi inilah yang menyebabkan setan mendatangi filsuf dengan harapan agar mampu mencegah pertempuran. Jika perang terus berkobar dan membinasakan umat manusia, maka nasib setan akan berakhir. Dan setan pun tak memiliki pekerjaan yang selalu mengganggu umat manusia.
Itulah sekilas teater yang dibawakan secara apik oleh para pelajar SMAN 1 Bangsal berjudul, ’’Setan dalam Bahaya’’. Disutradari RB. Abdul Gani, teater ini mampu menghipnotis penonton. Pesan yang dibawakan pun nampak menghanyut para penikmat seni ini. ’’Jangan selalu menyalahkan setan. Terkadang, kesalahan manusia yang dilakukan, justru setan yang dijadikan kambing hitam,’’ papar dia.
Pertunjukan yang berlangsung di lapangan Disparpora Kabupaten ini, mampu mencuri perhatian juri. Kelompok teater Air Smaba ini dinobatkan sebagai penyaji terbaik dan penata artistik terbaik oleh dewan juri. Sementara itu, MAN Sooko dan SMAN 1 Puri masing-masing berjudul, ’’Janji Senja’’ dan ’’Dilarang Bernyayi di Kamar Mandi’’ terpilih sebagai penyaji unggulan terbaik.
Kukun Triyoga, salah satu kritikus teater di Mojokerto menilai, sejak beberapa tahun terakhir, seni tradisi ini kian diminati para pelajar. Akan tetapi, sampai ini banyak kelompok teater yang hanya sekadar tampil di panggung. Namun, tidak pernah mempertimbangkan karakter penokohan, dan pesan sosial yang disampaikan ke penonton.
Pemain ludruk Karya Budaya ini, mencontohkan, dalam festival pelajar yang digelar tiap tahun tersebut, banyak ditemukan kelompok yang tak mampu mentransformasikan pesan ke penonton. ’’Tidak detail. Sehingga pesan tidak sampai,’’ ujarnya. Ada pula, pemain yang dinilai tidak pas. Dengan cerita yang bagus, namun tak mampu memerankan tokoh dalam drama. Akibatnya, panggung pun terasa garing dan tak sedap dinikmati.
Kukun mencontohkan salah satu lakon yang dimainkan salah satu kelompok pelajar. Cerita yang dibawakan nampak realis dan terkadang absurd. ’’Mereka ini kurang jeli dalam memilih konsep. Bakso enak, rawon juga enak. Tapi kalau kalau dicampur, pasti rasa itu akan berubah,’’ alumnus Stikosa AWS ini.
Selain tokoh, apresiasi penonton terhadap seni juga masih rendah. Hampir setiap pertunjukan, para penonton kerap sibuk dengan sekelilingnya. Alhasil, suasana sunyi yang terasa saat pertunjukan teater, tak ditemukan dalam pagelaran ini. ’’Padahal, dengan menonton, referensi akan semakin banyak. Dan pesan sosial pasti akan bisa sampai dengan baik,’’ pungkas Kukun.
Terpisah, Kepala Disparpora Djoko Widjayanto, menuturkan, kegiatan ini tak sekedar sebagai rutinitas tiap tahun. Akan tetapi, untuk mencari bakat para aktor teater di Kabupaten Mojokerto. ’’Dan yang terpenting, melestarikan seni dan budaya,’’ ujarnya.
Ditegaskan mantan Camat Jatirejo ini, festival yang digelar sejak tahun 2015 itu, dinilai mampu menjadi wadah untuk mengapresiasi potensi seni di Kabupaten Mojokerto. ’’Untuk melihat perkembangan seni juga,’’ pungkas Djoko.