BEBERAPA tahun terakhir ini tren belanja masyarakat mengalami banyak perubahan. Adanya online shop dianggap mempermudah orang. Namun, belanja secara langsung alias offline juga tetap tak ditinggalkan.
Tren online shop alias berbelanja layanan tak langsung rupanya kian berkembang. Kini orang dengan mudahnya mendapatkan barang hanya dengan berdiam di rumah. Barang yang diinginkan langsung bisa datang ke rumah hanya dengan menekan tombol melalui telepon genggam.
Hal itu tak lepas dari perkembangan teknologi informasi (TI). Melalui internet dan media sosial, orang dapat berbelanja tanpa berpanas-panasan ke pasar tradisional. Atau berjalan kaki ke warung kampung. Kian tahun, tren online shop ini terus meningkat. ’’Tentu kalau pakai online jauh lebih mudah dan efisien,’’ cetus Novia Kumalasari, salah seorang marketer online.
Sejak tiga tahun terakhir ini, dirinya mengembangkan toko hijab online kreasinya. Sampai kini, toko itu masih eksis dengan porsi transaksi online yang dominan dibanding offline. ’’Sekarang orang butuh yang cepat dan gampang. Toko online sangat membantu,’’ terang perempuan berhijab ini.
Meski begitu, mengelola toko online dibutuhkan kemampuan yang mumpuni. Terutama terkait penggunaan teknologi informasi dan perkembangan media sosial. Lantaran, sebagai penjual wajib menunjukkan performa yang meyakinkan kendati melalui online. ’’Jangan salah. Online shop itu lebih ribet. Karena harus membuat konten sehingga pembeli percaya,’’ terang dia.
Diakuinya, di tengah tumbuhnya online shop tetap diwarnai adanya penipuan. Bahkan, keluarganya sendiri pernah menjadi korban ketika bertransaksi secara online. ’’Suami saya saja pernah tertipu ketika beli onderdil sepeda lewat online. Cukup lumayan jumlahnya. Ini artinya kita juga wajib berhati-hati,’’ cetus perempuan yang juga PNS Pemkot ini.
Sedangkan, offline shop memang lebih dulu berkembang. Teknik belanja ini terbilang tradisional. Namun, pembeli dan penjual dapat bertemu secara langsung. Barang yang diperjualbelikan pun dapat diketahui secara nyata. Hanya saja, biasanya digelar pada tempat tertentu seperti pasar.
’’Sebenarnya hampir sama. Di online, pembeli yang tanya-tanya saja juga ada. Yang melihat saja juga ada. Sama di offline kan juga begitu,’’ bebernya. Bedanya, kalau di online shop, pembeli tidak perlu repot-repot luangkan waktu ke tempat penjual.
Untuk itu, Novia mengakui, meski online shop berkembang pesat, persaingannya semakin ketat. Sebagai penjual online, dirinya menandaskan, faktor trust alias kepercayaan pembeli terhadap barang yang dijual tetap memegang peranan penting.
’’Ya sebagai penjual online kita harus bisa meyakinkan pembeli. Jangan sampai mereka tertipu. Jadi, barang yang kita berikan itu sesuai keinginan mereka,’’ pungkasnya.