Sumur Goa Dusun/Desa Pucuk merupakan satu-satunya sumber mata air di daerah setempat. Selain menopang kebutuhan hampir 500 kepala keluarga, tak sedikit masyarakat dari berbagai tempat yang datang mengambil air untuk pengobatan.
’’Masih banyak yang berpaham kalau belum minum air sumur belum lega,’’ ujar Kepala Dusun Pucuk Kasmari.
Sepanjang sepengatahuannya, air sumur tersebut tak pernah habis kendati menjadi satu-satunya sumber air yang dimanfaatkan oleh warga dari 10 rukun tangga (RT) setempat. Baru setelah saluran air dari PDAM masuk enam tahun silam, ketergantungan warga mulai terkurangi. Air sumur yang biasanya dipakai untuk segala kebutuhan, kini hanya untuk makan dan minum.
Dia menyebut, hampir 80 persen warganya masih minum air sumur tersebut. Di antaranya bahkan dikonsumsi tanpa proses dimasak. ’’Secara penelitian kita tidak tahu kepastiannya. Tapi warga meyakini lebih segar,’’ imbuhnya.
Selain itu, sumber air tersebut juga terkenal hingga luar daerah. Masyarakat dari berbagai kota kerap datang untuk mengambil air. Mereka menggunakannnya untuk terapi pengobatan. Mulai dari Malang, Jember, Malang, Jombang, dan Surabaya. Mereka mengambil air sekaligus akar-akaran dari pepohonan di sekitar sumur tersebut.
Kedatangan mereka biasanya sepaket dengan keperluan upacara ritual di goa tersebut. Banyak pihak yang meyakini Goa Pucuk memiliki keterkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Majapahit. Sebagaimana tempat yang disakralkan, mereka datang dengan membawa sesajen dan melakukan ritual hingga bertapa di tempat tersebut. ’’Yang masih percaya kalau Jumat legi juga mengirim doa. Termasuk ketika mau punya hajatan dan panen,’’ kata Repan, warga yang mengaku telah tinggal di sekitar lokasi sejak tahun 1967. (adi/abi)