25.8 C
Mojokerto
Sunday, June 11, 2023

Tak Terhitung yang Disembuhkan, Diterapi Salat Berjamaah

ORANG dengan gangguan jiwa (ODGJ) seringkali mendapat stigma negatif di mata masyarakat. Namun, tidak di pondok 99 di Dusun Pandantoyo, Desa Pandankrajan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto ini. Di tempat tersebut ada pasangan suami istri (pasutri) rela merawat ODGJ hingga sembuh. Seperti apa?

Mungkin apa yang dilakukan oleh pasangan suami istri (pasutri), Suwoto, 66, dan Sriasih, 38, tergolong pekerjaan yang mulia. Setidaknya, sudah 16 tahun mereka secara sukarela merawat orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Bahkan, berkat tangan mereka sudah ratusan ODGJ berhasil dikembalikan ke keluarga.

Sekitar pada bulan 9 (September) tahun 1999 silam, sebuah halaman seluas kurang lebih 30×15 meter berada tepat di samping rumah Suwoto dan Sriasih dibangun tempat pemondokan. Sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan pondok 99. Sebuah tempat khusus untuk merehabilitasi ODGJ.

Sriasih menceritakan, awalnya pondok 99 dimanfaatkan untuk mengajar mengaji anak-anak di sekitar rumah. Namun, sekitar tahun 2000, suaminya, Suwoto tidak sengaja bertemu seorang ODGJ yang telantar. ”Kemudian bapak (Suwoto, Red) membawanya pulang dan merawatnya,” jelas dia.

Baca Juga :  Kadiv Humas Polri Sebut Tak Benar Kabar Delapan Kapolda Positif Narkoba

Tak disangka, beberapa tahun kemudian ODGJ tersebut mampu sembuh dan kemudian dianggap sebagai anak angkatnya sendiri. Tak lama kemudian, kabar tersebut meluas dari mulut ke mulut. Hingga akhirnya ada banyak orang yang berkeinginan untuk menitipkan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

Tak kuasa menolak, Suwoto dan Sriasih pun mengalih fungsikan pondok 99 sebagai tempat untuk merawat ODGJ. Sriasih mengaku sudah tidak mangingat berapa ODGJ yang pernah dirawatnya. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sudah bisa kembali ke keluarganya karena sudah dinyatakan sembuh. Hingga saat ini, masih ada sekitar 33 penghuni yang tinggal di pondok 99.

Menurutnya, hampir semua ODGJ memiliki sanak keluaarga. Namun, memang sengaja dititipkan karena keluarga sudah merasa tidak sanggup lagi merawatnya. ”Rata-rata sudah mengalami gangguan 3-4 tahun, sehingga keluarga menitipkan di sini,” terangnya.

Setiap hari Sriasih sendiri-lah yang merawat puluhan penghuni pondok. Dia memperlakukan mereka seperti anak sendiri. Sriasih memandikan satu demi satu para penghuni pondok sekaligus menyiapkan pakaiannya. ”Mandi dua kali sehari, sebelum subuh dan sebelum ashar,” ujarnya.

Baca Juga :  SAR Temukan Lansia Terperosok ke Jurang saat Pulang dari Pancuran

Perempuan kelahiran Jombang ini juga yang memasak dan menyiapkan makanan tiga kali dalam sehari. Pun demikian dengan membersihkan setiap kamar tidur dan mencuci pakaian. Menurutnya, tidak sembarang orang bisa merawat ODGJ, karena membutuh kesabaran dan ketelatenan yang ekstra.

”Kadang dibantu juga penghuni pondok lama yang sudah hampir sembuh,” tukasnya. Selama ini, Sriasih mendapatkan biaya perawatan dari titipan uang pihak keluarga penderita. Setiap harinya, dia mendapat Rp 25 ribu per orang.

Namun, biaya tersebut dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti membeli beras dan kebutuhan bahan pokok lainnya. Hanya, tidak semua keluarga mengirim biaya dengan lancar. Sehingga tidak jarang pula dia menyisihkan uang pribadinya untuk kebutuhan sehari-hari. ”Kadang saya juga harus utang dulu agar anak-anak tetap bisa makan,” paparnya.

Dia mengaku tidak memiliki terapi khusus. Terlebih, baik dia dan suaminya tidak memiliki latar belakang di bidang kesehatan. Pondok tersebut hanya menerapkan rehabilitasi metode Islami. ”Sebenarnya mereka bebas mau ngapain saja. Hanya saja, semua anak-anak wajib salat berjamaah lima waktu dan zikir bersama,” pungkas Sriasih.

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/