Jalur kereta api Mojokerto-Surabaya, dioperasikan kali pertama, 17 Oktober 1880 silam. Tepat di hari itu, jalur yang digagas Kepala Jawatan Staatspoor (SS) Kolonel David Maarschalk, itu difungsikan setelah pembangunan jembatan Tjepiples di Dusun Cepiples, Desa Singogalih, Kecamatan Tarik, Sidoarjo, rampung.
Sehari sebelum diresmikan, stasiun Mojokerto sempat diramaikan pesta pertunjukan musik dari klub Societiet Concordia Mojokerto. Ada pula pesta di kediaman Bupati Mojokerto, Kromodjojo Adinegoro dengan jamuan makan malam kepada tamu undangan.
Keesokan harinya, Notenbos, sosok masinis yang ditugasi mengemudikan loko berbahan bakar batu bara pertama kalinya membawa tamu undangan melalui jalur baru tersebut.
Terdapat sejumlah pejabat dari Residen Surabaya, Asisten Residen Mojokerto, Bupati Mojokerto, Inspektur perusahaan SS, dan beberapa tamu undangan lainnya yang turut merasakan perjalanan kereta di track atau jalur rel baru tersebut.
Untuk menjalankan lokomotif, Notenbos dibantu dua orang pribumi yang bertugas sebagai stokies batu bara atau orang yang mengontrol bahan bakar sekaligus ketel uap penggerak kereta.
Kereta pun berangkat menuju Sidoarjo. Lengkungan sirine lokomotif menjadi tanda kereta bergerak dan disambut tepuk tangan gemuruh orang yang menyaksikan di stasiun Mojokerto.
Kereta lalu keluar dari stasiun Mojokerto menuju arah timur atau stasiun Tarik, Sidoarjo dengan track rel yang lurus. Notenbos seolah tahu betul kondisi jalur setelah ia beberapa kali ikut uji coba. Dia pun memerintahkan stokies agar laju kereta dipercepat dengan membesarkan api yang membakar ketel uap. Kereta melaju kian cepat hingga mencapai batas normal.
Jelang di jembatan Tjepiples yang membentang di atas Sungai Porong, Notenbos mulai bersiap mengirim perintah menurunkan kecepatan. Tetapi, tiba-tiba Notenbos merasakan ada guncangan yang disusul dengan ledakan dari mesin ketel uap yang dikendalikan.
Tepat di pagi itu, dunia perkeretaapian Hindia Belanda seolah mencatatkan sejarah kelam. Di mana, Lokomotif yang dijalankan Notenbos mengalami kecelakaan di hari peresmiannya.
Lokomotif itu keluar dari jalur, terguling dan meledak. ’’Peristiwa yang agak susah dilogikakan di trek lurus. Kejadian lokomotif keluar jalur itu mungkin terjadi pada belokan dan laju kereta lumayan tinggi, bukan di rel lurus,’’ ujar Ayuhanafiq, sejarawan Mojokerto.
Akibat ledakan ketel, Notenbos beserta dua anak buahnya mengalami luka bakar serius. Dua orang pribumi yang berada di dekat ketel uap meninggal di tempat. Sedangkan, Notenbos yang berada di ruang kemudi masih sempat dilarikan ke rumah sakit di Surabaya. ’’Beruntung, penumpang lainnya selamat,’’ tambah Yuhan.
Dari hasil penyelidikan, tidak menemukan kesalahan teknis sebagai penyebab peristiwa nahas. Sejumlah orang beranggapan, jika ada sabotase hingga membuat lokomotif keluar jalur.
Asumsi itu muncul setelah ada pengakuan dari beberapa orang tentang adanya gangguan saat masa uji coba. Mulai dari kereta menabrak seekor sapi hingga kereta melindas batu di atas rel. Bisa saja, peristiwa itu disengaja oleh orang yang tidak senang dengan adanya jalur penghubung tersebut.
Namun dari hasil penyelidikan tidak ditemukan bukti apa-apa. Termasuk kesengajaan atau sabotase rel. Dan dari hasil investigasi pula direkomendasikan agar ada tambahan juru periksa rel pada jalur Mojokerto-Tarik. ’’Tujuannya saat itu agar peristiwa kecelakaan tidak terulang kembali,’’ tandasnya. (far/ron)