PENDUDUK miskin tahun ini tercatat meningkat. Ribuan penduduk di Kabupaten Mojokerto ikut terperosok ke dalam jurang kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka kemiskinan tahun 2021. Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. Garis kemiskinan di Kabupaten Mojokerto tahun ini meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya, menjadi 417.784 rupiah.
Selama masa pandemi ini, angka kemiskinan di Kabupaten Mojokerto kembali bertengger di dua digit setelah berhasil mencapai satu digit pada dua tahun sebelumnya. Berdasarkan rilis BPS pada November lalu, angka kemiskinan pada tahun 2021 sebesar 10,62 persen, meningkat 0,05 persen dibanding tahun 2020. Dengan kata lain, penduduk miskin bertambah sebanyak 1.740 menjadi 120.540 orang pada tahun ini.
Tentu banyak faktor yang menyebabkan angka kemiskinan meningkat. Kemiskinan multidimensi memandang kemisikinan dari banyak dimensi seperti pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak. Jika dilihat dari dimensi standar hidup layak atau ekonomi, tidak bisa dimungkiri pandemi Covid-19 telah berhasil menggiring banyak pelaku usaha terutama UMKM untuk menutup usahanya, memberhentikan karyawannya, dan mengurangi jam kerja sehingga mengurangi pendapatan karyawan. Akibatnya, banyak pengangguran.
Belum lagi faktor tingkat kesakitan yang mengakibatkan kematian para tulang punggung keluarga. Menurut catatan BPS, pada Agustus 2021, penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 sehingga menjadi penduduk yang tidak bekerja atau mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 109 ribu orang.
Sekilas menilik angka pengangguran tahun ini, tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara total adalah 5,54 persen, turun sebesar 0,22 poin jika dibanding dengan tahun 2020. Inline dengan hal tersebut, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami kenaikan sebesar 0,68 menjadi 70,47 persen. Semakin banyak penduduk yang sudah terserap kembali di pasar tenaga kerja, namun rata-rata pendapatannya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menunjukkan indikasi adanya penduduk yang masuk ke dalam kategori pekerja miskin, yaitu penduduk berstatus bekerja namun masih hidup dalam kemiskinan.
Jika dicermati, rata-rata pengeluaran penduduk miskin tahun ini cenderung semakin dekat dengan garis kemiskinan. Untuk melihat seberapa dalam kemiskinan penduduk suatu wilayah dan seberapa besar ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin, dapat dilihat dari Indeks kedalaman dan Indeks Ketimpangan.
Indeks kedalaman (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. P1 pada tahun 2021 sebesar 1,59, turun jika dibanding dengan P1 pada tahun 2020 yang mencapai 1,95. Artinya kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin rendah. Rata-rata pengeluaran mereka semakin mendekati garis kemiskinan.
Selain itu, ketimpangan rata-rata pengeluaran antarpenduduk miskin juga semakin kecil. Menurut penghitungan BPS, telah terjadi penurunan angka Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) sebesar 0,14 jika dibanding dengan tahun sebelumnya. Dari kedua Indeks tersebut, penduduk yang masuk ke dalam jurang kemiskinan diduga adalah penduduk yang pengeluarannya tidak jauh dari garis kemiskinan dan masih mudah untuk diselamatkan.
Dalam menyelesaikan problem kemiskinan, Pemerintah sebenarnya sudah banyak meluncurkan program perlindungan sosial di seluruh siklus kehidupan baik berupa bantuan tunai atapun non tunai. Sebut saja, Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), Program Indonesia Pintar, Program Bidik Misi, Bansos Pangan, Kartu Pra Kerja, KUBE (Bantuan Usaha), dan pemberian kredit usaha rakyat (KUR). Namun dampak pandemi Covid-19 rupanya mampu menahan keberhasilan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan.
Program yang bagus tentu harus didukung dengan resource yang baik agar manfaatnya dapat dirasakan oleh sasaran program. Salah satunya adalah data pendukung, data masyarakat penerima bantuan, data UMKM, dan data pendukung lainnya. Diperlukan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang akurat guna menyukseskan program pemerintah tersebut. Dengan demikian triliunan rupiah yang digelontorkan pemerintah guna mengentaskan kemiskinan bisa benar-benar menyelamatkan penduduk dari jurang kemiskinan.
Mengingat dampak Covid-19 yang begitu luas, pemerintah juga dirasa perlu memperluas program perlindungan sosial. Selain bantuan sosial tersebut, ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi penduduk miskin yang masih menganggur bisa menjadi langkah nyata mengentaskan kemiskinan. Masih ada 57 ribu penduduk miskin yang belum bekerja. Mereka perlu pekerjaan, mereka perlu pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemerintah bisa menyiapkan lapangan kerja yang bisa menyerap banyak penduduk miskin di musim semi pasca pandemi ini. Beberapa sektor sudah tampak menggeliat, seperti sektor wisata, akomodasi, perdagangan dan transportasi. Solusi lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja adalah dengan mendorong kewirausahaan. Kewirausahaan telah diidentifikasi sebagai salah satu pendorong utama kemakmuran ekonomi dan dianggap sebagai solusi dalam mengatasi kemiskinan ekstrem di negara-negara berkembang (Sutter et al., 2019; Si et al., 2020).
* Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Mojokerto