Wabah Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi. Yakni, wabah yang menggejala di banyak lapisan dunia. Salah satunya Jerman, di benua Eropa. Tempat menimba ilmu dua anak Mahmud Tontowi. Bagaimana kisah keluarga yang terpisah antarbenua ini?
Tak terbayang sebelumnya di benak Mahmud Tontowi, wakil Ketua PC NU Kota Mojokerto ini. Tahun ini sedianya kedua anaknya yang berkuliah di Jerman, Eropa, berencana menyempatkan waktu pulang ke kampung halaman di Kota Mojokerto.
Akan tetapi, rupanya wabah virus korona kian menjadi-jadi. Bahkan, menjadi pandemi. Wabah ini muncul di banyak negara tak terkecuali Jerman. Di mana kedua anaknya sudah bertahun-tahun menimba ilmu. Niatan pulang kampung pun mesti diundur sementara waktu. ’’Ada dua. Anak pertama saya Mirza dan Miftah.
Keduanya tengah kuliah S-2 di Jerman,’’ ungkap Mahmud kepada Jawa Pos Radar Mojokerto, kemarin. Ia mengatakan, dua anaknya itu memang sudah agak lama di negeri perantauan. Mirza, bernama lengkap Mochamad Mirza Ilham Tontowi, 24, kuliah di TU Berlin jurusan teknik fisika.
Sedangkan Mochamad Miftah El Azmi M Tontowi, 23, kuliah di FH Frankfurt jurusan teknik arsitektur. Terpisah ruang dan waktu dengan kedua anak tentu sudah dialami sejak keduanya berangka menimba ilmu ke Jerman.
Mirza sudah sejak tahun 2013 telah meninggalkan tanah air disusul setahun kemudian oleh adiknya, Alvin-sapaan akrab Mochamad Miftah El Azmi M Tontowi. Akan tetapi, terpisah ruang dan waktu sekarang ini agaknya berbeda karena adanya pandemi Korona.
Mahmud menceritakan, kedua anaknya patuh mengikuti anjuran pemerintah setempat. Karena di Jerman menerapkan sistem lockdown. Sehingga praktis aktivitas sangat dibatasi. Kedua anaknya banyak menghabiskan waktu di tempat tinggal.
’’Karena Jerman negara federal, sehingga tidak sama antarnegara bagian. Contoh di tempat Mirza, Berlin sudah lockdown sejak bulan Februari lalu. Kampus dan tempat kerja diliburkan. Dia praktis di apartemen,’’ beber dia.
Untuk mengisi kesibukan, Mirza kini lebih maksimal bekerja part time di salah satu perusahaan berbasis IT (Teknologi Informasi). Sehingga pekerjaan bisa digarap cukup di apartemen. ’’Keluar apartemen sangat dibatasi. Kalau tidak pakai masker tidak boleh pakai transportasi umum,’’ imbuh Mahmud.
Sedangkan Alvin berada di Frankfurt. Kota ini relatif lebih longgar meski sama-sama lockdown. Alvin masih bisa masuk kerja di tempat kerja sambilannya. Meski semua layanan publik tutup, orang-orang relatif leluasa ke luar rumah. ’’Kalau Alvin sering habiskan waktu di Masjid karena dia takmir masjid Indonesia di Frankfrut,’’ tuturnya.
Aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, istirahat, hingga mencuci relatif dikerjakan sendiri. Kalau bahan pangan habis, baru bisa keluar ke toserba. Di luar itu, dia banyak beribadah mengingat sekarang ini memasuki bulan Ramadan. Mirza dan Alvin tercatat sebagai Pengurus Cabang Internasional Nahdhlatul Ulama (PCI NU) Jerman.
’’Sejak masuk Jerman. Mereka sempat kaget. Karena waktu puasa itu lamanya 20 jam,’’ ujar Mahmud. Meski begitu, keduanya tetap teguh dan saling menjaga satu sama lain. Keduanya juga beraktivitas di organisasi. Setiap hari Minggu, Mirza juga kerap mengisi pengajian Walisongo.
’’Biasanya, dia memakai kitab karangan Mbah Hasyim Asyari,’’ terangnya. Semenjak lockdown praktis semua aktivitas dilakukan sendiri. Keduanya pun telah memiliki pekerjaan sampingan mengisi waktu luang berkuliah. ’’Sejak setahun terakhir ini mereka sudah tidak minta dikirim finance,’’ tukas Mahmud.
Meski sudah mandiri, dirinya selaku ayah tetap memiliki kekhawatiran tersendiri terhadap kedua anak lanangnya. Mestinya, Lebaran tahun ini, baik Mirza maupun Alzin pulang kampung ke Kota Onde-Onde. Itu sudah direncanakan keduanya jauh-jauh hari. Akan tetapi, rencana sebatas rencana. Tuhan menentukan lain. Mendadak mencuat wabah yang menjadi pandemi.
’’Lebaran ini mau pulang, tapi dipending dulu. Sudah dua tahun mereka tak pulang kampung,’’ tandas dia. Keluarga Mahmud praktis sudah setahun terakhir ini tidak bertatap muka dengan Mirza dan Alvin. Setahun lalu, keluarga di Mojokerto menyempatkan mengunjungi keduanya ke Jerman.
’’Kalau sekarang komunikasi lewat video call. Yang paling sering ibunya (Indriyati Adawiyah) tiap hari telepon,’’ terangnya. Komunikasi tiap hari itu untuk saling mengetahui kondisi masing-masing. Maklum, baik di Indonesia maupun Jerman tengah diterpa wabah. Sedang, di Jerman tengah masuk musim dingin.
’’Ibunya sering monitor. Maklum, masih anak-anak, makannya perlu diarahkan, apalagi di sana musim dingin,’’ pungkasnya.