25.8 C
Mojokerto
Sunday, June 11, 2023

Mengikat Gagasan lewat Tulisan

BILA Anda pernah menyaksikan seseorang yang sedang berjalan mondar-mandir, sebenarnya apa yang dilakukan orang tersebut tidak sedang mencari ide.

Itu hanya salah satu cara mengoneksikan pikirannya dengan memori yang tersimpan di dalam otaknya dengan mengoptimalkan  seluruh indera yang ada dalam tubuhnya untuk menemukan ide.

Suasana yang tenang, dan pikiran yang jernih merupakan komponen yang penting di dalam proses penemuan ide brilian. Namun hal yang penting diingat adalah apabila ide datang kita harus secepatnya mencatatnya. Sebab ada sebuah ungkapan verba volant, scripta manen, yang kurang-lebih artinya, apa yang diucap akan lenyap, apa yang ditulis akan abadi. Maka cara paling efektif untuk mengikat ide adalah dengan mencatatnya.

Pikiran yang kuat membicarakan ide, pikiran yang biasa saja membicarakan kejadian, pikiran yang lemah membicarakan orang lain, demikianlah ujar Socrates, seorang filsuf Yunani. Lalu dari manakah sebenarnya datangnya ide itu? Ide bisa datang dari mana saja, asal kita bisa menangkap sinyalnya.

Sinyal ide bisa kita tangkap lewat indera yang ada pada tubuh kita, baik itu indera penciuman, perasa, peraba, pendengaran, dst. Setiap bunyi yang didengar bisa saja mendatangkan ide. Sekadar contoh, buku puisi Mendengarkan Coldplay karya Mario F. Lawi. Merupakan karya yang lahir dari keseringan dan kesukaan Mario medengarkan lagu-lagu yang ada dalam album Coldplay. Demikian dengan cara kerja indera yang lain, setiap fenomena yang terjadi, apabila indera kita mampu menyerap dan mengikatnya maka ide-ide segar dapat ditangkap.

Baca Juga :  Disajikan dengan Float, Cocok Semua Kalangan

Ide bisa distimulasi  dengan banyak membaca, banyak jalan-jalan, banyak menonton film yang bagus, banyak mendengarkan musik bagus, dan banyak berdiskusi, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang mampu merangsang kepekaan kita terhadap hal-hal yang terjadi di luar diri kita. Membaca merupakan hal mutlak yang harus dilakukan oleh penulis. 

Seorang penulis seharusnya adalah seorang pelahap buku, pembaca yang rakus. Sebab dengan banyak membaca berbagai referensi kita akan mendapatkan pelbagai pengalaman baru, pengetahuan baru yang sangat penting untuk seorang penulis, selain memperluas cakrawala berpikir, membaca juga dapat membantu proses mengoneksi ide.

Berikutnya banyak jalan-jalan, mengapa? Sebab jalan-jalan merupakan aktivitas yang menyenangkan. Dengan banyak jalan-jalan seperti ke pantai, berkemah di pegunungan atau di tepi danau kita bisa menyerap energi alam, sekaligus merefleksi diri, yang bisa saja dituangkan dalam wujud karya.

Bisa juga jalan-jalan ke kota, melihat gedung pencakar langit, mal, kantor-kantor, orang-orang yang sibuk, kemacetan, lalu kita mendapat gagasan baru dari hal tersebut. Jangan lupa juga mampir ke warung-warung, rumah makan, atau kedai kopi, untuk berwisata lidah dan kongkow-kongkow.

Intinya dengan banyak jalan-jalan kita bisa menyegarkan pikiran sekaligus menabung pengalaman yang mungkin suatu ketika dibutuhkan untuk keperluan sebuah tulisan. Begitu juga dengan menonton film yang bagus. Pertama, kita bisa memeroleh kesenangan.

Kedua, kita memeroleh pengalaman tak langsung, misalnya tentang alur ceritanya, settingnya, tokohnya, sinematografinya, musik latarnya, dan unsur dramatis lainnya dalam sebuah film, biasanya mampu menstimulus datangnya gagasan-gagasan baru yang segar.

Baca Juga :  Mendag Zulhas: Harga Minyak Goreng Curah di Luar Jawa Rp14.000 per Liter

Penemuan ide merupakan buah usaha seseorang. Ide yang telah terkoneksi pada pancaindra kita, atau katakanlah  ide yang telah ditemukan, sekali lagi, sesegera mungkin harus diikat agar tidak menguap. Pengikatan ide paling efektif adalah dengan menuliskannya pada secarik kertas atau menambahkannya ke dalam file baru di dalam komputer anda.

Ide yang telah diikat dengan tulisan akan lebih mudah untuk dieksekusi selanjutnya melalui kerja kreatif. Sebuah proses mengolah ide yang bisa sangat panjang dan melelahkan. Proses itu sering disebut dengan proses kreatif, yang merupakan ikhtiar yang harus ditempuh oleh setiap penulis dalam menghasilkan sebuah karya. (*)

*Aditya Ardi N. Adalah penyair, lahir di Ngoro-Jombang, Jawa Timur 7 Januari 1987. Puisinya tersebar di beberapa Penerbitan bersama: Sebelum Surga Terbakar (2008), Antologi Penyair 5 Kota (2010), Puisi Sumpah Pemuda (2014), Negeri Abal-Abal (2015), Membaca Kartini (2016). KARTOGRAF: Antologi Puisi Penyair Jatim (2017). Situ, Kota, dan Paradoks (2017) Buku  Puisi  tunggalnya Mobilisasi Warung Kopi  (2011), Mazmur dari Timur (2016) .  Beberapa  karya puisi dan esai dimuat di media online/cetak  lokal maupun nasional serta  beberapa jurnal kebudayaan. Memenangkan Green Literary Award  (Jakarta, 2015)  kini tinggal dan berkarya  di  Jombang

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/