MOJOKERTO – Sikap melunak yang ditunjukkan pengurus PS Mojokerto Putra (PSMP) atas sanksi larangan bermain bukan berarti bisa diterima sepenuhnya.
Pengurus masih terus berupaya mampu menganulir sanksi lewat nota banding yang mereka layangkan sejak bulan lalu. Meski tuntutan banding tak lagi digencarkan seperti di awal, pengurus masih berusaha mempertanyakan jenis sanksi yang mereka terima.
Di mana, banyak muncul perbedaan persepsi atas model sanksi hingga dinilai membingungkan pengurus. Ya, Komdis PSSI sebagai lembaga peradilan kasus sepak bola di Indonesia telah menjatuhi hukuman kepada The Lasmojo dengan larangan bermain di kompetisi kasta kedua selama semusim 2019 nanti.
Hukuman tersebut diberikan lantaran PSMP dianggap terlibat match fixing di empat pertandingan yang dijalani. Yakni, melawan Gresik United pada 22 September, melawan Kalteng Putra dua kali pada 3 dan 9 November, serta melawan Aceh United pada 19 November.
Namun, dalam nota sanksi tersebut, pengurus menilai ada sebuah pernyataan yang ganjil. Di mana, sanksi hanya berlaku untuk satu musim 2019 saja. Sementara di tahun berikutnya, PSMP bisa jadi bisa melanjutkan karirnya lagi di kasta Liga 2.
Nah, hal trsebut yang berseberangan dengan analogi bahwa ketika PSMP menjalani sanksi, maka mereka tidak diperbolehkan menjalani satu laga pun. Sehingga, secara otomatis PSMP harus terdegradasi di musim berikutnya lantaran tidak mendapati poin alias nol.
Dan dua gambaran itu yang menjadi pertanyaan sendiri di dalam benak pengurus akan nasib mereka di musim berikutnya. ’’Maka dari itu, keanehan ini yang masih kita pertanyakan kepada Komdis. Sebenarnya, hukuman larangan bermain akibat match fixing yang sebenarnya itu seperti apa sih.
Sejak awal kan kita sudah bersuara soal sanksi yang diberikan tidak sesuai prosedur hukum Kode Disiplin PSSI,’’ tegas Muhammad Sholeh, kuasa hukum pengurus PSMP.
Sholeh juga tak bisa membayangkan jika PSMP harus terdegradasi. Di mana, banyak sekali bibit-bibit pesepak bola muda Mojokerto yang harus ’’dimatikan’’ lantaran tim kebanggaannya dihukum.
Pun demikian pula nasib publik atau masyarakat Mojokerto yang telah jatuh hati terhadap PSMP hingga rela menyisihkan waktu dan tenaga mereka demi mendukung tim kesayangan. Namun, kerelaan itu harus pupus lantaran PSMP dijatuhi sanksi yang tidak tahu sebabnya.
’’Ini kan sama saja mematikan gairah sepak bola di Kabupaten Mojokerto. Belum lagi nasib pemain muda yang berharap mereka bisa membela tim daerahnya sendiri,’’ pungkasnya.