JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan ada aliran dana dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok yang diduga Al Qaeda. Kepala PPATK Ivan Yustiavanda menyebut, transaksi mencurigakan tersebut mengalir ke salah satu anggota Al-Qaeda dari 19 orang yang ditangkap pihak kepolisian Turki.
“Beberapa nama PPATK kaji berdasarkan kajian dan database yang PPATK miliki, ada yang terkait dengan pihak yang, ini masih diduga ya, bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al Qaeda,” kata Ivan dalam konferensi pers di kantor PPATK, Jakarta Pusat, Rabu (6/7).
Meski demikian, Ivan mengungkapkan dugaan ini masih dikaji lebih mendalam untuk memastikan bahwa transaksi mencurigakan tersebut memang merupakan transaski yang dilarang.
“Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini kebetulan. Ada yang lain yang terkait tidak langsung yang melanggar peraturan perundangan,” tegas Ivan.
Selain itu, Ivan mengatakan, lembaga kemanusiaan ACT juga melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing. Berdasarkan data yang dihimpun PPATK, terdapat lebih dari 2.000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri mencapai Rp 64 miliar
“Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022,” papar Ivan.
Ivan mengakui, PPATK telah melakukan analisis terhadap ACT sejak 2018 lalu. PPATK melakukan analisis melalui penelusuran transaksi keuangan yang dilaporkan ke lembaga tersebut.
Pengawasan pengumpulan dan penyaluran dana publik untuk pemberian bantuan ini telah diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017. “Peraturan telah jelas mengatur setiap lembaga atau organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk melakukan prinsip-prinsip kehati-hatian dan harus dikelola secara akuntabel,” ucap Ivan.
Menurut Ivan, perputaran dana yang masuk melalui ACT tersebut mencapai Rp 1 triliun per tahunnya. Dia pun menyebut, para petinggi ACT memiliki struktur kepemilikan yayasan menggunakan nama pribadi.
“Yayasan ACT ini memang memiliki transaksi yang masif tapi masih terkait dengan entitas yang dimiliki oleh pengurus secara pribadi,” ujar Ivan.
PPATK juga menyampaikan, pengelolaan keuangan yang dihimpun ACT tersebut diduga tidak langsung dialirkan kepada tujuan sumbangan. Namun dikelola terlebih dahulu secara bisnis.
“Jadi, kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” pungkas Ivan. (*/JawaPos.com)