SEMENTARA itu, banyaknya klub sepak bola di Mojokerto mampu mencetak bibit-bibit atlet profesional di Mojokerto. Semakin memasyarakatnya olahraga tersebut juga turut meningkatkan sarana dan prasarana olahraga.
Ayuhanafiq mengungkapkan, meski telah dibangun Stadion Mangoensari, tetapi fasilitas lapangan tersebut belum bisa menampung antuisuias masyarakat. Sebab, kata dia, lapangan rumput tak hanya digunakan untuk pertandingan, melainkan juga untuk mengelar kegiaatan non-olahraga. ’’Di luar fungsinya sebagai lapangan sepak bola, lapangan juga bisa disewa untuk kegiatan yang mengumpulkan massa,’’ tandasnya.
Akibatnya, klub sepak bola tidak bisa leluasa untuk bisa menggelar pertandingan. Bahkan, para pemain harus mencari tempat lain untuk sekadar melakukan latihan. Yuhan mengatakan, saat itu, tanah lapang yang memungkinkan untuk kegiatan olahraga hanya ada di Alun-Alun Kota Mojokerto.
Hingga akhirnya, lembaga Modjokerto Strootman Maatscappij (MSM) berinisiatif membuat lapangan terbuka. Sarana olahraga itu dibangun tak jauh dari depo milik perusahaan kereta api yang berkantor di Jalan Stasiun (Kini Jalan Bhayangkara, Red). Tepatnya di barat Taman Makam Pahlawan (TMP) Gajah Mada yang dikenal dengan Lapangan Panggreman. ’’Lapangan rumput itu digunakan untuk pertandingan sepak bola,’’ papar Yuhan.
Keberadaan lampangan tersebut semakin menambah sarana olahraga di Kota Mojokerto. Meski secara fasilitas, kelasnya masih di bawah Stadion Mangoensari. Hingga saat ini, Lapangan Panggreman masih tetap dimanfaatkan sejumlah klub lokal untuk menggeber latihan maupun bertanding.
Berbeda dengan nasib Stadion Mangoensari yang hanya bisa bertahan hingga tahun 1990an. Karena lahannya dialihfungsikan untuk dibangun kompleks perkantoran pemerintah. Stadion pertama itu kini menjadi Kantor Pemkot Mojokerto dan DPRD Kota Mojokerto. Sedangkan sebagian lahan lainnya dijadikan Gedung Olahraga (GOR) dan Seni Mojopahit. ’’Lapangan kini sudah direlokasi ke Stadion Gelora A. Yani,’’ pungkasnya. (ram/abi)