24.8 C
Mojokerto
Sunday, June 11, 2023

Tembus London dan New York, Kalahkan Produksi Thailand

KEBERADAAN kerajinan tangan perak di Desa Batan Krajan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, terus terkikis. Sempat menjadi produk unggulan, kondisinya kini terancam habis. 

Bom Bali dan krisis global di Eropa diduga menjadi dalang banyaknya perajin perak di Desa Batan Krajan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, gulung tikar. Krisis moneter (krismon) pada tahun 1998 turut andil membuat perajin perak di desa ini beralih ke bekerja ke bidang lain.

Pada masa puncak kejayaan kerajinan perak di Desa Batan Krajan ini, ada sekitar 41 pelaku usaha atau perajin. Mereka turut menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitarnya. Namun, berkurang drastis jumlahnya saat krismon 1998. Sempat membaik lagi setelah masa sulit tersebut, Bali dan dunia digemparkan dengan adanya bom Bali 2002 dan 2005. Berimbas pada sepinya kunjungan turis asing ke Bali, membuat kerajinan ini juga sepi peminat.

Kini, menurut Purbo, salah satu perajin, jumlah perajin perak yang tersisa di desanya hanya 7 perajin. ’’Untungnya pelanggan saya yang dari Jerman tetap ke sini, meski banyak terjadi gangguan di luar sana,’’ tuturnya. Selain ke Jerman, akhir-akhir ini ia juga mendapat pesanan dari Prancis. Berbagai kerajinan perak berbentuk giwang, liontin, gelang, cincin, dan masih banyak lagi, berhasil menembus pasar internasional.

Baca Juga :  KPU Ingatkan Kelengkapan Dokumen Parpol sebelum Mendaftar

Purbo memang salah satu perajin yang masih bertahan. Dia juga merupakan salah satu perintis usaha perak di desanya. Sebelumnya, Purbo mendapatkan ilmu dalam mengolah perak dari hasil merantau ke Bali. Di sana, ia bekerja sebagai perajin perak. Majikannya sering menjual produk peraknya pada turis asing.

Mencoba peruntungan sendiri, tahun 1980-an, ia pindah ke Mojokerto dan mendirikan usaha serupa. Awal usahanya berjalan, ia masih memasarkan hasil produknya pada mantan majikannya saja. Namun, seiring produksinya makin dikenal, para turis yang dulu memesan pada majikannya turut datang ke Purbo. ’’Kenalnya dulu waktu mereka lihat-lihat ke tempat majikan saya. Sampai sekarang masih berhubungan baik,’’ kata Purbo.

Baca Juga :  Kemensos Imbau Pemda Atasi Meningkatnya Pengemis di Bulan Ramadan

Selain pasar luar negeri, menurutnya, pasar lokal juga cukup menjanjikan. Apalagi sekarang Purbo juga mengerjakan beberapa perhiasan pesanan dari Surabaya dan Bali. Para pelaku usaha yang masih bertahan saat ini melakukan banyak inovasi untuk bisa bertahan pada persaingan usaha serupa. Bentuk maupun kualitas turut ditingkatkan. Sehingga tidak membuat pasar jenuh dengan model-model lama saja.

Purbo juga beberapa kali mengikuti pameran bertaraf internasional. Seperti di Bangkok, London, dan New York. Dia mengaku hasil kerajinan tangan perak masih lebih baik dari Thailand, India, dan China. ’’Tapi, kalau sudah ngomong mesin, kalah jauh kita,’’ imbuhnya.

Dia dan perajin lainnya yang masih tersisa sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah. Untuk memfasilitasi pameran atau pemasaran produknya supaya lebih dikenal luas. ’’Kami berharap pemerintah terus men-support eksistensi kerajinan perak di desa ini. Terutama di daerah yang prospeknya masih bagus,’’ pungkasnya. (din/abi)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/