Permainan tradisional kian digerus zaman. Kalangan anak muda, sudah terbuai dengan permainan gadget. Namun, di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg, sejumlah pemuda menggelar kompetisi layang-layang. Selain untuk melestarikan permainan tradisional, lomba sambitan ini juga untuk melupakan sejenak pandemi Covid-19.
Layang-layang itu hebat. Mampu terbang setinggi apa pun tetap bisa dikendalikan. Melayang dengan cara teratur dan tidak liar. Layang-layang naik ke angkasa tetap bisa bekerja sama. Utamanya, dengan embusan angin. Semoga falsafah layang-layang akan menginspirasi untuk menuju Mojokerto Emas.
Itulah sepenggal kalimat yang diungkapkan bakal calon wakil bupati (bacawabup) Choirunnisa saat hadir dalam lomba sambitan layang-layang di lapangan Desa Batankrajan, Gedeg, Sabtu (27/6) lalu.
Mantan wakil bupati Mojokerto periode 2010-2015 ini menegaskan, selain harus didorong angin, layang-layang bisa terbang dengan sangat tinggi juga karena keseimbangan. Perhitungan meleset sedikit saja, layang-layang akan terbang dengan cara yang tak sempurna.
Sabtu sore itu, Choirunnisa memang hadir untuk membuka lomba layang-layang di desa itu. Ia pun menyaksikan 64 warga di kampung ini yang sedang berkompetisi. Ia menikmati keasyikan dan trik yang dipakai oleh masing-masing pemain.
Untuk bisa menang di kompetisi ini, para pemain harus selalu mengalahkan lawannya di setiap sesi. Melakukan pertandingan hingga benang layangan putus dan tersapu angin. ’’Semoga permainan seperti ini bisa terus dilestarikan dan digelar setiap tahun,’’ tuturnya.
Kompetisi ini menggunakan sistem gugur. Setiap benang lawan yang putus, langsung dianggap kalah. Dan tak bisa melanjutkan permainan. ’’Kami berharap dua hari selesai. Ternyata, pesertanya sangat banyak,’’ ungkap Lurah Persatuan Sanggar Darurat (Persada), Kukun Triyoga.
Sebagai panitia, tegas Kukun, lomba tersebut untuk melestrikan permainan tradisional yang belakangan ini cenderung dikikis oleh zaman. Di sisi lain, pada saat ini memang sedang musim layangan. Sehingga pihaknya memanfaatkan kondisi masarakat yang masih banyak bermain layangan agar permainan tradisional tetap eksis sampai kapan pun.
Dan, yang tak kalah penting, pemuda di desa ini diajak sejenak melupakan pandemi Covid-19 yang tengah melanda negeri ini. ’’Untuk menghibur juga. Karena selama ini warga hanya menghabiskan waktu di rumah saja,’’ terangnya. Meski dengan nilai hadiah yang tak seberapa, namun Kukun memastikan, kompetisi akan terus berkembang dan kian diminati masyarakat luas. (shalihin)