KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Pemenang tender alun-alun Kota Mojokerto lempar handuk. Rekanan mengaku tak sanggup melanjutkan proyek senilai Rp 2,3 miliar itu. Dengan begitu, wajah baru jantung kota ini dipastikan tak bisa dinikmati.
Hal ini terungkap saat hearing yang digelar DPRD Kota Mojokerto dengan memanggil Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Kawasan Permukiman dan Perumahan Rakyat DPUPRPRP); Dinas Lingkungan Hidup (DLH); Bagian Pengadaan Barang dan jasa (PBJ) Setdakot; serta pelaksana proyek dan pengawas.
Kepala DLH Kota Mojokerto Bambang Mujiono menegaskan, sisa pekerjaan alun-alun dipastikan tidak dilanjutkan. Pasalnya, CV Indra Prasta selaku pelaksana proyek sudah menyatakan tidak bisa lagi merampungkan pekerjaan tugu yang semula direncanakan berdiri setinggi 45 meter tersebut. ”Sesuai regulasi yang ada, nanti kita putus kontrak dan kita blacklist,” bebernya saat hearing di gedung DPRD, kemarin.
Bambang tak menyebutkan secara rinci alasan mundurnya rekanan asal Temanggung, Jawa Tengah itu. Mantan Camat Magersari ini hanya menyebut kontraktor mengalami kendala finansial. ”Mungkin cashflow-nya nggak ada,” bebernya. Saat ini, progres pekerjaan alun-alun masih menyentuh 59,5 persen.
Disinggung terkait rencana kelanjutan pembangunan tugu ke depan, pihaknya menyebutkan, masih fokus untuk evaluasi dan menyelesaikan tahap administrasi. Sayangnya, dalam hearing ini, pemenang lelang proyek alun-alun tak hadir.
Sementara itu, Ketua Komisi II Moch. Rizki Fauzi Pancasilawan mengatakan, proyek alun-alun dipastikan tak bisa dirampungkan tahun ini. ”Pembangunan tugu alun-alun jelas tidak berlanjut,” ungkapnya.
Jika alun-alun gagal, berbeda dengan proyek lain yang tengah berjalan. Dipastikan, deretan proyek-proyek itu tetap berlanjut dengan mekanisme perpanjangan waktu pekerjaan melalui adendum. Namun, dewan menilai hal itu menunjukkan perencanaan yang lemah. Komisi II pun juga mendesak proyek yang masih berjalan untuk dilakukan upaya percepatan. ”Intinya harus ada pola perencanaan yang matang,” beber politisi PDI Perjuangan ini.
Di sisi lain, DPRD juga memberi catatan kepada eksekutif untuk mengevaluasi dan segera menyusun regulasi tingkat daerah untuk memperkuat Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain untuk memfiltrasi penyedia jasa saat proses lelang, langkah tersebut juga perlu dilakukan untuk menghindari praktik penyedia jasa yang pinjam bendera kontraktor lain.
Sebab, tandas Riski, dari temuan di lapangan, terdapat proyek yang terindikasi disubkontrakkan. Sehingga, membuat Pelaksana Pembuat Komitmen (PPK) maupun pengawas kesulitan untuk berkoordinasi dengan pelaksanaan proyek. Bahkan hingga berakibat pekerjaan menjadi lambat. ”Jadi harus ada regulasi yang mengikat di tingkat lokal supaya ada yang mengatur tentang subkontrak itu. Karena banyak masalah ditemukan di lapangan disubkontrakkan,” beber.
Senada disampaikan Kepala DPUPRPRKP Kota Mojokerto Mashudi. Proyek yang belum terselesaikan tahun ini, dilakukan perpanjangan hingga awal tahun 2022 mendatang. Proyek yang dilakukan perpanjangan waktu dan denda meliputi pekerjaan rehabilitasi saluran dan trotoar senilai Rp 5,9 miliar, Pemandian Sekarsari dengan kontrak Rp 8,6 miliar, serta proyek pembangunan saluran air senilai Rp 817 juta di Kelurahan Kranggan. ”Untuk gedung DPRD sebenarnya masih on progres dan bisa selesai 31 Desember besok (hari ini),” paparnya. (ram/ron)