25.8 C
Mojokerto
Thursday, March 23, 2023

Harga Kedelai Terus Meroket, Perajin Tempe Ancam Mogok Produksi

KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Perajin tahu tempe mengancam akan mogok produksi jika pemerintah belum juga mengambil langkah darurat untuk menstabilkan harga kedelai. Sebab, sampai saat ini, harga kedelai masih tergolong mahal.

Dalam satu bulan terakhir ini, harga kedelai bisa mengalami pertambahan setiap minggunya. ”Harga tempe kemarin-kemarin itu Rp 7 ribu per kilogram (kg), sekarang naiknya banyak, sampai Rp 9.100 per kg,” ujar Ketua Paguyuban Perajin Tempe dan Tahu Mojokerto, Sunaryo, Rabu (30/12).

Perajin tahu tempe di Mojokerto sendiri memiliki berbagai alasan. Sehingga mereka memilih untuk melakukan mogok produksi selama tiga hari. Yakni, mulai Jumat (1/1) hingga Minggu (3/1). Lantaran kenaikan harga kedelai yang menyulitkan para perajin tempe untuk melanjutkan usaha mereka. Di samping itu, harga bahan berbanding terbalik dengan pendapatan yang mereka peroleh dari hasil berjualan tempe.

”Sulit sekali untuk melanjutkan usaha ini. Makanya untuk mogok tanggal 1-3 Januari ini biar pemerintah ada perhatian,”tambahnya. Diketahui pula, harga kedelai semakin naik dikarenakan pasokan kedelai lokal sendiri sangat tidak mencukupi untuk dibuat produksi. Di Indonesia kedelai juga mengalami pertumbuhan yang lambat di beberapa daerah. Sehingga, masih harus mengimpor dari Amerika juga.

Baca Juga :  Proyek RTH Empat Desa di Kabupaten Mojokerto Sulit Tuntas Tahun Ini

”Kita impor dari Amerika biar nambah juga, kalau dari lokal saja masih kurang. Tapi, ya di Amerika, kedelainya dikirim ke China dulu. Jadi otomatis kebutuhan kedelai di sini juga masih banyak kurangnya,” imbuh warga Kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajurit Kulon ini.

Sementara itu, salah satu perajin tempe asal Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, Paryono, mengaku kecewa lantaran harga kedelai yang selalu meroket setiap bulannya. Padahal, awalnya dia tidak memiliki niat untuk mogok produksi. Namun, lama-kelamaan pendapatannya yang jomplang membuatnya menyetujui aksi mogok masal tersebut. ”Sebenarnya nggak ingin mogok, berhubung kenyataannya kedelai terlalu mahal saya sangat sedih sekali. Semua kebutuhan sudah dimpi-impikan kenyataannya tidak menguntungkan,” tandasnya.

Baca Juga :  Ketua RT/RW di Kota Mojokerto Dapat Asuransi

Semisal, lanjut dia, ketika menjual tempe satu kuintal, namun pendapatan yang didapat tidak sebanding. ”Sehari hasil pendapatan nggak sesuai,” keluh pria 50 tahun ini. Harga penjualan tempe sendiri sudah dinaikkan sesuai dengan harga kedelai yang semakin memuncak setiap hari. Namun, hal tersebut sangat sulit. Sebab, kualitas tempe saat ini memang murni berbahan dasar dari kedelai. Sehingga tidak ada campuran dari jagung maupun ketela. Dia juga sudah mengurangi ukuran tempe yang dijual di pasar tradisional, namun tetap saja ia tidak memperoleh hasil keuntungan dari penjualan tempe tersebut.

”Sempat naikkan harga dari Rp 8 ribu itu sudah nggak untung. Kok lama-lama semakin bengkak sampai Rp 9 ribu.” Tandasnya. Dia berharap harga kedelai bisa turun dan kembali stabil. ”Dari 9 ribu jadi 8 ribu ribu ke bawah, biar ndak terlalu memberatkan,” tegasnya. (oce)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/