KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Pasca dibukanya kembali pelayanan akad nikah, calon pasangan pengantin berpeluang mengajukan pernikahan di luar Kantor Urusan Agama (KUA).
Namun, tidak semua permohonan dapat dikabulkan. Mengingat, proses ijab kabul itu juga harus mendapatkan izin dari gugus tugas Covid-19. Plt Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Kota Mojokerto Bambang Sunaryadi, mengatakan, selama masa pandemi Covid-19, sistem pendafaran nikah tetap digulirkan melalui online.
Sejauh ini, tercatat ada 25 calon pasangan yang mendaftar untuk mengikat janji suci. ”Ada 25 calon pasangan. Baik yang terdaftar di KUA Prajurit Kulon maupun Magersari,” terangnya, Selasa (28/4).
Dia menyebutkan, para calon pasangan tersebut sebelumnya terdampak akibat penghentian sementara pelayanan akibat wabah virus korona. Sehingga mereka terpaksa harus menunda pelaksanaan ijab kabul. Namun, seiring telah dibukanya kembali prosesi akad nikah bagi calon pasangan yang terdaftar per 1-23 April, maka masing-masing KUA akan melakukan penjadwalan ulang.
”Memang sudah boleh kami menikahkan, tapi akan kami konfirmasi lagi terkait jadwal dan lokasinya,” ujarnya. Adanya pandemi Covid-19 ini, prosesi ijab kabul memang diimbau untuk digelar di KUA. Tujuannya agar pengawasan untuk penerapan protokol kesehatan lebih mudah dilakukan.
Namun, calon pengantin tetap bisa menggelar akad di luar kantor. Dengan catatan harus melayangkan surat pengajuan bermaterai. Namun, sebut Bambang, surat permohonan tersebut tidak secara otomatis langsung diberi lampu hijau.
Mengingat, ada sejumlah pertimbangan-pertimbangan sebelum diputuskan mendapat restu untuk menggelar ijab kabul di luar KUA. ”Ada salah satu poin bahwa calon pengantin harus lapor ke Gugus Tugas Covid-19 tingkat kecamatan kalau memang mau menikah di rumah,” ulasnya.
Jika telah mendapat persetujuan, maka akad nikah bisa digelar di luar kantor KUA. Dengan syarat calon mempelai wajib menerapkan protokol kesehatan. Selain memakai masker dan sarung tangan, peserta yang hadir dalam prosesi ijab kabul juga dibatasi maksimal 10 orang. Terdiri dari keluarga inti kedua calon mempelai serta penghulu dan mudin.
”KUA juga bisa minta bantuan ke aparat keamanan. Kalau memang yang punya gawe diindikasi mengumpulkan banyak orang,” ujarnya. Bahkan, kalau memang surat permohonan dinilai tidak memenuhi persyaratan, KUA juga bisa melakukan penolakan. Sehingga proses akad nikah wajib dilangsungkan di KUA setempat.
”Jadi tidak secara otomatis dilayani. Karena ada pertimbangan untuk bisa membolehkan atau bisa juga ditolak,” tandasnya. Kasi Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Kota Mojokerto ini menambahkan, dari 25 pasangan yang telah mendaftar, pelaksanaan akad rata-rata dilakukan di luar bulan Ramadan.
Bambang menyebutkan, proses akan tersebut paling banyak dilaksanakan saat bulan Syawal atau setelah Hari Raya Idul Fitri. ”Ada juga yang masih tiga bulan lagi, menunggu bulan Besar (penanggalan Jawa),” pungkas Bambang.