KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Kasus dugaan korupsi proyek irigasi air dangkal di Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto memasuki babak baru. Kamis (27/5), Kejaksaan Negeri (Kejari) mendadak menahan Eks Kepala Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Suliestyawati. Penahanan ini dilakukan setelah korps Adhyaksa mengantongi hasil audit kerugian negara senilai Rp 474 juta.
Sulistyawati disinyalir menjadi otak dalam proyek yang berlangsung tahun 2016 silam. ’’Proyeknya bersumber dari APBN, Dana Alokasi Khusus (DAK) Pertanian tahun anggaran 2016 dengan pagu anggara Rp 4,180 miliar,’’ ungkap Kajari Kabupaten Mojokerto Gaos Wicaksono, SH, MH.
Dikatakannya, proyek irigasi air dangkal tersebut diperuntukan kelompok tani. Tujuannya, mengairi sawah milik anggota kelompok saat musim kemarau. Hanya saja, dalam praktiknya, proyek dengan nilai kontrak Rp 3.709.596.000 ini tak beres. Dari 38 titik, nyaris tak ada yang rampung.
Disinyalir, ada dugaan penyelewengan yang dilakukan kepala Disperta selaku pengguna anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). ’’Terdapat indikasi perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan irigasi air dangkal,’’ katanya.
Dari nilai kontrak Rp 3,7 miliar, realisasi pembayaran berdasarkan prestasi yang dibayarkan sebesar Rp 2.864.190.000. Dengan lingkup pekerjaan persiapan, di dalamnya survey geolistrik, pekerjaan sumur bor dangkal kedalaman 30 meter, pekerjaan rumah pompa, pekerjaan jaringan pipa dan bangunan outlet serta pekerjaan pengadaan. Termasuk, pemasangan pompa air centrifugal 5-7 liter per detik dan mesin penggerak diesel dengan pagu Rp 110 juta per kegiatan.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilakukan Februari lalu dan pemeriksaan sejumlah kontraktor, konsultan perencanaan, pengawas proyek, pejabat pengadaan, pejabat perencanaan, saksi ahli, bendahara, dan tersangka, BPKP menemukan kerugian negara hingga ratusan juta. ’’Akibat perbuatan Ir Suliestyawati, MM, selaku Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto TA 2016, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp 474.867.674,’’ tegas Gaos.
Sementara itu, jelang penahanan kemarin, Suliestyawati sempat terhenyak. Dia pun tak percaya atas penahanan selama 20 hari pertama yang dilakukan kejari. Sejumlah pertanyaan sempat keluar dari tersangka terkait penahanan. ’’Saya sendiri saja ini pak?’’ tanyanya.
Pertanyaan itu dijawab petugas agar tersangka kooperatif untuk mengungkap dugaan korupsi yang menyeretnya ke ranah hukum ini. ’’Sementara seperti itu (sendiri red), nanti ada pada ibu, siapa-siapa saja temannya ibu,’’ jawab Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidus) Ivan Kusumayuda di tengah penandatanganan BAP penahanan tersangka.
Ivan menegaskan, penanganan kasus yang bergulir sejak 2018 itu banyak kendala yang harus dilalui. Setelah penetapan tersangka pada Oktober 2019 lalu, kejaksaan harus melakukan audit untuk mengetahui kerugian negara. ’’Untuk menentukan kerugian negara itu kan bukan sesuatu hal yang mudah. Butuh pembuktian yang sedikit rumit, nah untuk itu kita butuh ahli, jadi perlu proses,’’ katanya.
Hanya saja, Ivan masih ogah berkomentar atas modus dalam dugaan korupsi tersebut. Dia meminta untuk menunggu proses persidangan berlangsung. Termasuk keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. ’’Kalau proyeknya selesai. Tapi (modus) itu masuk pada materi, tidak mungkin kita buka terlalu vulgar di sini. Itu ibaratnya buat senjata saya saat dipersidangan,’’ katanya.
Perlu diketahui, Suliestyawati tak sekali ini saja menyandang status tersangka. Tahun 2015 lalu, status itu sempat disematkan Satreskrim Polres Mojokerto. Sulies dinilai terbukti melakukan korupsi atas proyek pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) Kabupaten Mojokerto tahun 2011. Proyek ini sebesar Rp 10 miliar.
Namun, langkah kepolisian kandas di tengah jalan. Di tahun 2016, polisi mendadak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Surat ini dikeluarkan di era kepemimpinan AKBP Budhi Herdi Susianto. Saat itu, kepolisian beralasan munculnya SP3 disebabkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menegaskan tidak munculnya kerugian negara dalam proyek tersebut.