26.8 C
Mojokerto
Friday, June 9, 2023

Peraturan Lebih Ringan, Penumpang dan Pengguna Hilang

Sejak diambil alih Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim 2017 lalu, pengelolaan Terminal Kertajaya, Kota Mojokerto mengalami banyak transformasi. Seluruh biaya retribusi dihapus, selain angkot dan bus dilarang masuk. Namun, tumbuhnya transportasi online perlahan mengikis jumlah penumpang dan angkutan umum. Kondisi lesu ini diperparah merebaknya pandemi Covid-19. 

TRANFORMASI itu dimulai dengan mewajibkan seluruh armada bus singgah di terminal. Bus tidak boleh lagi mengangkut dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Regulasi ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2019.

”Saya mengusahakan agar bus-bus wajib masuk terminal. Dan sekarang sudah lebih dari 90 persen masuk dalam terminal,” ungkap Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional UPT LLAJ Mojokerto Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim Yoyok Kristyowahono.

Pengetatan ini dilakukan untuk menjaga fungsi terminal yang mengintegrasikan sejumlah moda angkutan umum. Selain menjaga kenyamanan penumpang, hidupnya aktivitas terminal bisa mendorong perputaran ekonomi di terminal. ”Menghidupkan UMKM yang di dalam terminal. Kalau busnya tidak masuk, otomatis di dalam terminal ngglondang (lengang),” terangnya.

Patuh aturan ini juga menyasar penertiban kelengkapan surat kendaraan dan spesifikasi bus. Terutama pelarangan terhadap ban bus vulkanisir yang selama ini banyak ditemukan. Yoyok menyebutkan, sterilisasi dengan melarang seluruh angkutan selain bus dan angkot masuk terminal juga menjadi perhatian utama.

Baca Juga :  Kondektur Tewas Usai Bus Harapan Jaya Menikung di Terminal Mojokerto

”Ojek sudah kami beri tempat sendiri di luar terminal. Kalau bentor (becak motor) boleh masuk terminal mulai jam 5 sore,” ujarnya. Penambahan sejumlah fasilitas umum juga diupayakan. Termasuk pembuatan kanopi di bagian shelter penumpang. Dalam 24 jam, penumpang yang naik atau turun di Terminal Kertajaya bisa mencapai 15 ribu orang.

Padatnya penumpang itu didukung dengan 600 hingga 800 bus yang keluar masuk di terminal. Namun, kondisi itu berangsur turun semenjak pandemi Covid-19 membatasi mobilitas warga. Dampaknya kini hanya sekitar 2 ribu hingga 3 ribu penumpang dengan jumlah bus sekitar 230 bus dalam 24 jam.

 Hidup Enggan Mati Tak Mau

Merosotnya jumlah penumpang ini diamini koordinator lapangan angkutan umum Mojokerto Mei Wibowo. Terutama jenis angkot yang kini nasibnya hidup enggan mati tak mau. Sebagian besar pemilik angkot menarik armadanya karena aktivitas penumpang yang surut total. ”Sekarang line (angkot) tinggal enam. Kalau dulu masih puluhan,” katanya.

Baca Juga :  Banyak Bacalon Pilkades Mojokerto Mundur hingga Tak Lengkapi Berkas

Tanda-tanda anjloknya penumpang ini tampak sejak menjamurnya transportasi online. Banyak penumpang dalam kota yang beralih menggunakan jasa ojol (ojek online) motor maupun mobil dengan dalih efektivitas. ”Antre berjam-jam dapat orang (penumpang) satu berangkat. Baliknya dapat satu orang (penumpang) lagi,” keluh pria yang juga menjabat Sekretaris Organda Mojokerto tersebut.

Dia menuturkan, kondisi ini diperparah merebaknya pandemi Covid-19. Satu tahun lebih, pembatasan mobilitas membuat angkutan dalam kota otomatis mati suri. ”Kondisi dari pandemi ini hancur lebur. Sebelum pandemi masih dapat untung lah yang bus-bus itu. Sekarang hancur, terutama angkutan kota,” sebutnya.

Kendati demikian pihaknya mengakui, pelayanan terminal semenjak dikelola pemprov memang semakin optimal. Hal yang paling dirasakan adalah pengahapus seluruh jenis tempat pemungutan retribusi terminal (TPR).

Mulai dari retribusi peron hingga menggratiskan semua fasilitas umum di terminal. Termasuk poten dan toilet. ”Peraturannya lebih ringan sekarang, tapi penggunanya (terminal) yang sudah tidak ada sama sekali,” ujar Mei. (adi)

 

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/