KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Polemik keberadaan TPA Edukasi Karangdiyeng di Desa Karangdieng, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto bakal berkepanjangan. Selain tingkat keamanan yang dinilai lemah, warga juga merasakan dampak lingkungan dari beroperasinya TPA yang baru diresmikan awal Desember tahun lalu. Mulai dari bau menyengat, munculnya lalat hijau, hingga kekhawatiran pencemaran air sumur dalam waktu panjang.
Namun, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menilai kekhawatiran warga tersebut tidaklah mendasar. ’’Yang jelas, izin TPA itu sudah benar,’’ ungkap Kepala DLH Kabupaten Mojokerto, Didik Chusnul Yakin. Didik menegaskan, sosialiasai sudah dilakukan sejak pembelian tanah, pembangunan, hingga peresmian TPA oleh bupati Pungkasiadi pada 7 Desember 2020. Bahkan, dirinya menyebut bau menyengat dan lalat yang belakangan menjadi keluhan warga tidak benar.
Apalagi, jarak antara TPA dengan permukiman mencapai 500 meter lebih. Dengan posisi TPA berada cukup dalam dari permukaan. ’’Pencemaran kita pastikan juga tidak ada, wong itu kita lapisi dengan geomembran,’’ tegasnya. Pj Sekdakab Mojokerto ini memastikan sampah yang dibuang ke TPA tidak akan meresap ke dalam tanah. Sedangkan air juga dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah (Ipal). Pengelolaan TPA, lanjut dia, juga dilakukan secara profesional dengan menghilangkan kesan kumuh dan bau. ’’Keluhan warga tidak mendasar. Jadi apa yang dikhawatirkan warga juga sudah kita antisipasi,’’ tuturnya.
Padahal, dengan keberadaan TPA itu, pemda punya tujuan untuk meningkatkan perkonomian dengan pemberdayaan masyarakat sekitar. Misalkan, kata Didik, dengan melakukan pemilahan sampah di TPA yang bisa memunculkan nilai ekonomis. Atas peresmian TPA tersebut, dia mengaku sebelumnya juga sudah pernah ditinjau langsung oleh DPR RI Mindo Sianipar. Kehadiran politisi PDIP saat itu juga turut menawarkan program bagi masyarakat. Selain itu, keberadaan TPA juga diklaim bisa menyuburkan tanaman. ’’Sudah ada pengepul juga yang siap menampung pemilahan sampah. Jadi, yang kita kedepankan memang pemberdayaan masyarakat,’’ tutur Didik.
Belakangan, aksi protes warga terus berlanjut atas beroperasinya TPA Edukasi Karangdiyeng tersebut. Bahkan, sudah tiga kali warga memblokade truk pengangkut sampah yang lalu lalang ke TPA. Dalam aksinya, warga menghadang laju truk tersebut dengan menutup portal dari bambu sekaligus memasang badan. Aksi yang berjalan damai itu warga sepakat menolak adanya pembuangan sampah di TPA yang berdiri di Dusun Jaringansari itu.
Bukan tanpa sebab, warga menolak lantaran banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan aktivitas TPA Karangdiyeng. Mulai dari bau menyengat, munculnya lalat hijau, hingga tercemarnya air sumur.Dengan penolakan warga ini pemerintah mengajak warga duduk bersama guna berkoordinasi agar polemik tidak kian melebar.Namun, upaya mediasi yang dijadwalkan berlangsung Senin (25/1) urung dilakukan lantaran warga masih dalam suasana duka. Setelah keberadaan TPA memakan korban jiwa pada Minggu (24/1).Seorang siswa SD kelas III, Muhammad Afiansyah, 9, warga setempat, tewas setelah tenggelam di tempat resapan Ipal TPA.