PACET, Jawa Pos Radar Mojokerto – Dugaan pemalsuan tiket masuk Wisata Alam Sari di Desa Nogosari, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto menjadi polemik di tengah masyarakat. Hal itu didapati warga yang melapor ke Perhutani terkait tiket yang tidak sesuai standar.
Tampak tidak ada tanda reservasi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Mojokerto pada tiket baru itu. Sehingga diduga tiket tersebut tak berpajak. Asper BKPH Pacet KPH Pasuruan Margono mengungkapkan, pihaknya mendapati tiket yang diduga ilegal itu sejak awal Februari lalu.
Usai mendapati laporan warga. Temuan itu juga menimbulkan tanda tanya hingga dugaan pemalsuan dan penggelapan hasil penjualan tiket. ”Iya, khawatirnya begitu (dipalsukan). Apalagi itu tidak resmi, tidak ada plong kertas dari dispenda (bapenda),” ujarnya kemarin.
Tampak ada perbedaan mencolok dari tiket resmi yanga ada dari Perhutani. Tiket baru yang berlaku saat ini pun lebih berwarna dan menarik. Terdapat lambang Kabupaten Mojokerto dan BUMDes Nogosari di pojok tiket. Berbanding terbalik dengan tiket resmi yang hanya terpampang lambang perum Perhutani KPH Pasuruan. Bahan tiket resmi pun lebih tipis dan tidak berwarna.
”Sebenanrnya tidak apa-apa mengganti tiket dengan yang baru yang ada logo BUMDesnya. Tapi, harus ada plong (reservasi) dari dispenda karena itu ada pajaknya,” bebernya. Margono mengaku sudah mengingatkan pihak desa yang kini mengelola wisata Alam Sari agar mengambil tiket resmi ke pihaknya.
Namun, pihak desa malah mengganti karcis secara sepihak. Hal tersebut dinilai tak sesuai perjanjian kerja sama (PKS) antara pihak Perhutani dengan desa. ”Kami sudah mengingatkan kalau karcis resminya habis bisa segera mengambil ke sini,” tandasnya.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Lestari Sejati Desa Nogosari Muali menyatakan, penggantian tiket masuk wisata di Dusun/Desa Nogosari itu dilakukan pihak desa secara sepihak. Dirinya turut mengajak rembukan terkait adanya tiket dengan lambang BUMDes Nogosari itu.
”Kami tidak tahu kalau ada tiket baru. Kami juga gak pernah diajak diskusi mengenai itu,” ujarnya. Dengan begitu, LMDH tak ikut campur dalam penggantian tiket resmi tersebut. Bahkan, Muali mengaku dirinya sudah tak dilibatkan langsung oleh pihak desa dalam kepengurusan Wisata Alam Sari.
”Kami tidak bertanggung jawab karena kami tidak dilibatkan dalam memutuskan itu. Toh kalau kami dilibatkan, tidak akan kami izinkan. Karena itu memang tidak resmi,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Nogosari Yono menyatakan, temuan itu diduga lantaran buntut dari adanya konflik internal kepengurusan Wisata Alam Sari. Itu setelah adanya konflik antara pengurus saat ini dengan pengurus sebelumnya. Sehingga, pihaknya mengakui dalam kegiatan operasional wisata itu kerap dirundung masalah.
”(Mungkin) ini karena ada masalah intern. Teman-teman yang jaga di situ ada masalah pribadi dengan teman-teman dulu yang sudah resign,” sebutnya. Bahkan, sebelumnya pihak desa sempat dipusingkan dengan adanya laporan terkait mark-up harga tiket masuk hingga empat kali lipat.
”Dulu juga sempat dipermasalahkan oleh sejumlah pihak, kalau teman-teman disebut narik harga sampai Rp 20 ribu per orang. Sehingga, itu sifatnya lebih mempropaganda antara PKS kami dengan perhutani,” imbuhnya.
Yono menyatakan, Wisata Alam Sari mulai menggunakan tiket resmi dari Perhutani sejak Januari lalu. Di mana, semestinya tiket tersebut digunakan hingga saat ini. Apalagi pihaknya baru saja menerima 10 ribu lembar tiket resmi dari Perhutani.
”Harusnya pakai tiket resmi, karena saya sendiri tahu kalau menerima tiket dari Perhutani. Kami juga mencurigai teman-teman di lapangan. Karena memang yang menjaga juga berganti-ganti, khawatirnya kena intervensi dari pihak yang tidak bertanggung jawab,” bebernya.
Kendati demikian, pihaknya berupaya meminimalisir adanya celah bagi pihak tak bertanggung jawab itu. Salah satunya dengan pengawasan penjualan tiket melalui laporan harian pada pihak desa dan perhutani. Yakni, pada pukul 17.00 setiap harinya.
”Ke depannya kami akan lakukan evaluasi menyeluruh terkait tiket ini. Kami juga akan segera tingkatkan keamanan di lingkungan wisata untuk mencegah adanya upaya pihak lain yang mencoba mempropaganda kerjasama kami dengan perhutani,” tegas Yono.
Dia menambahkan, wisata alam itu tengah lesu lantaran terdampak pandemi. ”Januari dan Februari lalu itu sepi (pengunjung). Beberapa hari lalu saja pengunjungnya 15 sampai 28 orang. Jadi ya kami anggap sepi,” tandasnya. (vad)