MOJOKERTO – Kehadiran moda transportasi ojek online berbayar yang baru beroperasi sejak sebulan terakhir menjadi perbincangan serius di kalangan sopir angkot. Betapa tidak, operasional ojek online yang tanpa trayek ini dinilai akan memengaruhi daya tarik penumpang terhadap penggunaan angkot.
Padahal, jauh sebelum ojek online hadir, operasional angkot sendiri telah mengalami kembang kempis lantaran turunnya daya tarik penumpang atas moda transportasi darat ini. Kondisi tersebut yang dikhawatirkan para sopir angkot bakal semakin mereduksi pendapatannya sebagai satu-satunya nafkah dalam mencukupi kebutuhan hidup.
Pernyataan tersebut disampaikan Mei Wibowo, ketua Paguyuban Sopir Angkot Kota Mojokerto saat dikonfirmasi kemarin. Tidak hanya perbincangan biasa, penyikapan atas operasional ojek online juga tengah mereka rancang agar tidak ada kecemburuan dalam memperoleh pundi-pundi uang. ’’Sebenarnya, kita ini sudah banyak kehilangan penumpang sejak tiga tahun terakhir. Cuman teman-teman justru semakin khawatir angkotnya semakin sepi pas ada ojek online. Dikatakan resah, ya sangat resah,’’ ungkapnya.
Mei mengakui, dampak kehadiran ojek online memang belum cukup terasa signifikan terhadap pendapatan para sopir angkot yang semakin menurun. Akan tetapi, kehawatiran itu semakin besar manakala tidak ada aturan yang diterapkan terhadap operasionalnya. Kondisi itu jelas berbeda dengan angkot yang memang telah diatur sesuai trayek yang sudah ditetapkan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota dan Kabupaten Mojokerto.
’’Kita saja ada jalurnya sesuai trayek dan nggak boleh nyerobot trayek lain. Tapi, kalau ojek online kan sampai ke gang-gang kecil juga bisa,’’ imbuhnya. Ya, dampak yang paling signifikan justru cukup dirasakan para tukang ojek konvensional dan tukang becak. Di mana, dalam upayanya mencari penumpang kalah efektif lantaran tak memiliki sistem yang canggih.
Kekhawatiran itu semakin terasa setelah lingkungan Terminal Kertajaya sebagai satu-satunya tempat paling efektif dalam mencari penumpang juga dirambah oleh para member ojek online. ’’Kalau masuk ke dalam terminal sih memang nggak boleh. Tapi, ojek online itu bisa mengakses di luar sekitar terminal. Kan kasihan ojek konvensional yang biasa nge-time dan becak yang nggak boleh pakai bentor,’’ imbuhnya.
Akibat serangan itu, penurunan pendapatan mulai dirasakan para sopir angkot. Dari omzet semula mencapai Rp 100 ribu sampai Rp 110 ribu per hari, harus berkurang menjadi Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu. Omzet tersebut harus dipotong lagi oleh setoran ke pemilik angkot Rp 25 ribu, dan uang bahan bakar Rp 50 ribu.
Artinya, setiap sopir hanya dapat untung bersih antara Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per hari. ’’Uang segitu lho mana cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Buat beli platina (komponen pengapian mesin mobil, Red) yang harganya Rp 50 ribu saja nggak cukup,’’ tandas pria juga sekretaris organda ini.
Pihaknya juga tak mengelak, banyak sopir angkot kini mengalihkan transportasinya ke cara lain untuk mengais penghasilan lebih banyak lagi. Selain pemkot telah memberikan garansi lewat angkot gratis bagi siswa sekolah, namun cara itu belum cukup. Salah satu strateginya adalah dengan carteran anak sekolah ke tempat wisata atau mengantarkan kelompok ibu-ibu pengajian. ’’Kalau cuman mengandalkan trayek, ya nggak nutut,’’ pungkasnya.