27.8 C
Mojokerto
Friday, June 9, 2023

Direstui Keluarga, Terpanggil karena Ingin Berbuat Baik

Selain dokter dan perawat, tim pemulasaraan jenazah juga menjadi petugas di garda terdepan dalam proses pemakaman jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun warga yang confirm Covid-19. Meski berisiko terpapar, tetapi mereka tidak bisa melawan panggilan rasa kemanusiaan.  

RIZAL AMRULLOH, Kota, Jawa Pos Radar Mojokerto

RASANYA sulit bagi Sunardi untuk bisa melupakan pengalaman pertamanya yang terlibat langsung dalam pemakaman dengan standar protokol Covid-19, Kamis (16/4) lalu. Saat itu, salah satu warga Kota Mojokerto meninggal dunia dengan status PDP. Lantaran uji swab belum keluar, maka jenazah dikebumikan dengan prosedur layaknya orang meninggal akibat virus korona.

Namun, jauh sebelum peroses pemakaman itu benar-benar terjadi, warga Kelurahan Balongsari, Kecamatan Magersari, ini telah terketuk hatinya untuk bergabung dalam tim pemulasaraan jenazah Covid-19 Kota  Mojokerto. Sejak saat itu, Sunardi menyatakan siap untuk menyisihkan waktu dan tenaganya kapan pun saat dibutuhkan. ’’Siang atau malam saya siap. Tapi harapan saya tidak ada lagi yang meninggal karena itu (Covid-19),’’ terangnya.

Dari 27 tim pemulasaraan jenazah Covid-19, pria berusia 57 tahun ini, bertugas sebagai penggali kubur. Meski gugus tugas telah menyiapkan alat berat, tetapi liang lahat masih perlu dirapikan agar tempat peristirahatan terakhir itu benar-benar layak. ’’Kemarin masih harus diratakan dulu biar posisinya (peti) tidak sampai miring,’’ tandasnya.

Tak sekadar menyiapkan liang kubur, warga yang sehari-hari bekerja sebagai pengayuh becak ini, juga terlibat dalam proses pemakaman. Karena itu, dia berkewajiban untuk memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.

Baca Juga :  Manfaatkan Bonus Demografi Menuju Industri 4.0

Tentu, dengan setelan pakaian hazmat, proses penguburan tidak segampang pemakaman pada umumnya. Meski sempat mendapat bekal pelatihan, tetapi pemakaman perdana dengan standar protokol Covid-19 itu, diakuinya, cukup menyulitkan.

Sunardi menambahkan, pilihan untuk menjadi petugas pemakaman Covid-19 bukan tanpa pikir panjang. Sebelumnya, dia juga telah mendapatkan restu dan dukungan dari keluarga Dia mengaku, salah satu alasan untuk terjun dalam tim pemulasaraan adalah panggilan kemanusiaan.

Pasalnya, dia merasa bersyukur masih diberi kesempatan untuk dapat menghirup udara setelah turut menjadi korban dalam peristiwa bom di Gereja Eben Haezer Kota Mojokerto tahun 2000 silam. Karena itu, di sisa usianya saat ini, Sunardi ingin bisa tetap bermanfaat bagi sesama. ’’Setelah kena bom gereja itu, alhamdulillah saya masih diberikan hidup. Yang penting sekarang saya berusaha berbuat baik dan tidak membeda-bedakan,’’ paparnya.

Sementara itu, Nurul Huda, Kepala Instalasi Pemulasaraan Jenazah RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo, menambahkan, pihaknya tidak membedakan dalam proses pemulasaraan jenazah bagi PDP maupun dari pasien lainnya. Hanya saja, prosedurnya memang harus menerapkan sesuai dengan standar protokol kesehatan yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Sejauh ini, rumah sakit pelat merah milik Pemkot Mojokerto sudah menangani empat jenazah PDP. Dari proses pemulasaraan tersebut, dia sempat dihadapkan beberapa kendala. ’’Yang paling utama itu memberi pengertian pada keluarga,’’ paparnya.

Baca Juga :  Pete Jawa Rasa Timun Masuk 45 Kovablik 2020

Pasalnya, sejumlah keluarga sempat menolak jika proses pemulasaraan dilakukan di rumah sakit. Padahal, meski belum dinyatakan positif, PDP tetap harus diperlakukan layaknya pasien meninggal akibat Covid-19. Sehinga, tak jarang Nurul Huda lebih dulu harus memberikan motivasi sekaligus edukasi kepada pihak keluarga. ’’Jadi kita sadarkan pelan-pelan. Karena saya juga harus melindungi keluarga dan masyarakat sekitar,’’ tandasnya.

Pasalnya, selama proses pemulasaraan PDP maupun confirm Covid-19, tetap dilakukan sesuai prosedur. Baik dari sisi medis, maupun sisi keagamaan. Bahkan, jika keluarga ragu-ragu, maka tetap diperkenankan untuk melihat proses pemulasaraan. Dengan catatan wajib menggunakan APD lengkap.

Namun, karena pakaian pelindung saat ini jumlahnya sangat terbatas, maka pihaknya meminta untuk tetap mempercayakan kepada petugas pemulasaraan. ’’Kami merawat jenazah itu secara layak, kalau Islam juga kami laksanakan salat jenazah. Jadi, baik syariat maupun secara medisnya kita penuhi semua,’’ imbuhnya.

Meski telah mengenakan APD lengkap, diakuinya, jika masih dibayangi perasaan khawatir. Namun, Nurul Huda memiliki keyakinan jika tidak ikut terlibat dalam pemulasaraan jenazah, hal itu belum bisa menjamin dia bisa terlepas dari risiko terpapar Covid-19. ’’Kalau boleh jujur, kekhawatiran itu ada. Tapi bagaimana pun itu pekerjaan kita. Oleh karena itu saya serahkan pada Yang Kuasa dengan tetap bermunajat,’’ pungkasnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/