Awasi Aktivitas Tambang yang Merusak Lingkungan
DAWARBLANDONG, Jawa Pos Radar Mojokerto – Kerusakan lingkungan akibat aksi galian C di Dusun Sekeping, Desa/Kecamatan Dawarblandong, membuat Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto prihatin. Kamis (17/11), legislator daerah ini turun dan mendorong pemda hingga aparat penegak hukum untuk melakukan penertiban.
Dari hasil temuan di lapangan, aktivitas penggalian dinilai tak sesuai aturan. Mulai dari kedalaman galian hingga perusakan jalan usaha tani dan lahan pertanian produktif milik warga.
Inspeksi kalangan dewan ke area tambang milik Ade Misladi ini setelah menerima pengaduan masyarakat melalui Organisasi Gusdurian Mojokerto karena dianggap merugikan para petani. ’’Setelah kita tahu kondisi lokasi galian, ternyata memang penggaliannya melenceng dari aturan,’’ ungkap Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto Pitung Hariyono di lokasi.
Ditegaskan Pitung, sesuai aturan, pengerukan galian maksimal 6 meter. Sedangkan, faktanya, jauh lebih dalam.’’Ini yang kita sesalkan. Harusnya seperti ini, bupati juga harus tahu jika aktivitas galian ini benar-benar merusak lingkungan. Belum lagi jalan usaha tani yang sudah bertahun-tahun jadi akses warga sekarang kondisinya juga terputus akibat dikeruk penambang,’’ jelasnya.
Dalam waktu dekat, Pitung mengaku bakal mengajak Bupati Ikfina Fahmawati untuk turun gunung dan melihat kerusakan lingkungan tersebut. ’’Kami Komisi III, meski ini ada izin, rekomendasi kita harus ditutup karena sudah menyalahi aturan. Merusak lingkungan dan merugikan para petani,’’ tandasnya.
Selain itu, lahan pertanian milik petani yang berada di area lokasi juga tergerus hingga tiga meter akibat aktivitas galian. Jika ini dibiarkan, longsoran pun dipastikan kian melebar akibat pengerukan yang begitu curam. ’’Tanah ini tidak akan saya jual. Kami petani tidak sekolah. Hidupnya ya dari hasil pertanian ini, jadi kami benar-benar minta solusinya,’’ keluh petani saat di lokasi.
Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Mojokerto Zaqqi, menegaskan, pihaknya tak bisa berbuat banyak karena keterbatasan wewenang. Sebab, berdasarkan regulasi, urusan ini menjadi kewenangan pemprov. Sehingga, yang bisa menganulir izin hanya pemerintah provinsi. ’’Yang berwenang melakukan pengawasan juga pemerintah provinsi, yang dapat menilai kerusakan lingkungan adalah inspektur tambang. Yang juga bagian dari pemerintah provinsi,’’ ungkapnya.
Hanya saja, pihaknya menyadari, selama ini yang menerima dampaknya adalah pemerintah daerah. ’’Jadi pemda selama ini tersandera aturan,’’ tambahnya. (ori/ron)