SEMENTARA itu, keinginan warga Desa Ngingasrembyong, Kecamatan Sooko, memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Mojokerto disikapi dingin pemda. Sebab, pemekaran atau pun penyesuaian daerah dalam perubahan batas wilayah itu menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemkab pun memilih fokus menyikapi penyebab desa tersebut menginginkan lepas.
Bupati Ikfina Fahmawati melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Mojokerto, Ardi Sepdianto, menegaskan, terkait pemekaran daerah itu sudah jelas diatur meknismenya sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. ’’Pemekaran daerah itu bisa dilakukan dua cara. Pemecahan daerah untuk menjadi dua atau lebih daerah baru, dan penggabungan daerah dari daerah yang bersanding dalam satu daerah menjadi satu daerah baru,’’ ungkapnya.
Hemat Ardi, pemekaran itu tidak dengan mengambil sebagian wilayah dari daerah lain. Sehingga surat yang sebelumnya pernah masuk dari Pemerintah Desa Ngingasrembyong dan Pemkot Mojokerto tak menjadi persoalan serius bagi pemkab. Apalagi, mekanisme itu juga menjadi kewenangan pemerintah pusat. ’’Domain untuk memberikan persetujuan pemekaran ada di pemerintah pusat. Undang-undangnya begitu. Prosesnya juga panjang sekali. Dan nanti akan dikaji tim independen pusat. Sehingga jika sekarang ada pihak yang berproses silakan, yang penting sesuai ketentuan yang berlaku,’’ tegasnya.
Termasuk soal batas wilayah, lanjut Ardi, juga ada peraturan menteri sebagai dasar penetapan. ’’Bahkan perubatan batas wilayah itu juga ada di pemerintah pusat,’’ ujarnya.
Sesuai pasal 48, penyesuaian daerah, termasuk dalam perubahan batas wilayah daerah itu juga ditetapkan dengan undang-undang. Sebaliknya, pemkab bakal fokus menyikapi persoalan yang muncul yang berakibat Desa Ngingasrembyong ingin pisah dari wilayah kabupaten dan gabung kota. ’’Apa yang menyebabkan itu, jadi itu yang jadi fokus kami untuk memenuhi kebutuhan dasar,’’ ujarnya.
Terpisah, Kabag Administrasi Pemerintahan Setdakab, Dedy Muhartadi, menegaskan, persoalan yang muncul di Ngingasrembyong sejauh ini murni soal pemenuhan fasilitas pendidikan. Tidak ada kaitannya dengan batas wilayah. ’’Terkait dengan batas daerah dengan kota, sudah ada lima segmen yang sudah kita sepakati. Dan masih ada dua sub segmen yang belum kita sepakati, dan itu tidak termasuk Ngingasrembyong,’’ ungkapnya.
Menurutnya, dua batas wilayah antara Kabupaten dan Kota Mojokerto ini masing-masing ada di Desa Wringinrejo, Kecamatan Sooko, dengan Kelurahan Bloto, Kecamatan Prajurit Kulon. Selain itu, juga titik di Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, dengan Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari. ’’Tidak alot, hanya beda persepsi sedikit. Saat ini dalam proses fasilitasi oleh pemerintah provinsi. Setelah itu dilaporkan ke Kemendagri. Nanti biar Mendagri yang menentukan, semoga segera selesai,’’ jelasnya.
Sesuai data yang diperoleh Jawa Pos Radar Mojokerto, akhir tahun lalu, pemkab juga sudah membahas persoalan ini. Dari hasil rapat internal pemkab, disimpulkan surat Kepala Desa Ngingasrembyong atas keinginannya pisah dari wilayah Kabupaten Mojokerto dan bergabung ke Kota Mojokerto tidak memenuhi ketentuan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Termasuk juga surat Wali Kota Mojokerto perihal persetujuan penggabungan Desa Ngingasrembyong yang ditujukan langsung kepada Kades Ngingasrembyong juga disebut tidak sesuai aturan yang berlaku. Sehingga dalam penataan daerah, Pemkab Mojokerto tetap berpedoman pada pasal 31 UU Nomor 23 tahun 2014. (ori/abi)