KAPOLRES Mojokerto AKBP Setyo Koes Heriyatno, mengatakan, ancaman cyber crime tidak bisa dianggap enteng. Terlebih, perihal bahaya hoaks atau ujaran kebencian.
’’Karena hoaks sendiri memang menjadi ancaman serius,’’ katanya. Dia menyebutkan, konten hoaks di dunia maya lebih menjadi ancaman serius dibanding kejahatan jalanan di dunia nyata.
Sebab, dampaknya tidak pada satu orang yang menjadi korban, melainkan banyak pihak. Bahkan, konten tidak benar di dunia maya sangat mengancam keutuhan suatu negara.
Berkaca dari banyak negara. Konten hoaks juga bisa memecah belah dan menghancurkan kedamaian negara. ’’Artinya, hoaks itu sangat mengkhawatirkan. Hancurnya negara-negara itu karena hoaks. Karena di dalamnya ada unsur adu domba,’’ terangnya.
Selain itu, dalam konten hoaks, pelaku biasa tidak peduli akan unggahan mereka berhasil atau tidak. Yang penting, dari beredarnya hoaks itu bisa mengacaukan otak manusia. Sadar tidak sadar, otak manusia akan dibuat kacau.
Tak urung, meski dalam struktural tidak ada, sebagai upaya menangkap konten hoaks dan isu SARA yang kian berkembang, petugas akhirnya mulai memaksimalkan cyber troops.
Tim cyber ini mempunyai tugas mengklarifikasi hingga melakukan pemberantasan bagi para pelaku. ’’Sudah tuntutan zaman, tuntutan globalisasi dan berkembangnya UU ITE,’’ tuturnya.
Secara otomatis kemampuan kepolisian harus diimprovisasi. Tapi, tidak secara struktural, melainkan sebatas fungsional. ’’Lebih mengarah pada memviralkan kegiatan positif dan mengklarivikasi konten bohong,’’ tandasnya.
Sebaliknya, jika dalam cyber patrol mereka menemukan konten hoaks dan cyber crime, tindakan tetap dilakukan satrekrim yang membidangi. ’’Di situ, baru ditindaklanjuti oleh unit cyber dalam naungan reserse,’’ tandasnya.
Salah satu anggota cyber troops, Ipda Reza Ari Wibowo, menambahkan, tugas fungsi cyber sendiri tak lepas untuk memerangi konten negatif yang berpotensi pada perpecahan dan gesekan antarkelompok.
Termasuk, memelototi konten yang berbau SARA, ujaran kebencian, terorisme, bernada provokasi, hingga hoaks. ’’Pada prinsipnya, hanya ada dua orang yang fokus cyber patrol itu. Tapi, untuk viralisasi, baru dilakukan setiap fungsi ada,’’ tuturnya.
Kendati demikian, cyber troops tidak bisa secara langsung melakukan klarifikasi konten dengan stempel hoaks. Terlebih dulu mereka harus melapor ke Bidhumas Polda Jatim yang mempunyai indikator. Potensi tentang ada tidaknya informasi atau konten itu dianggap hoaks, dan perlu diklarifikasi.
Tapi, tidak bisa dipungkiri, sejauh ini konten negatif yang didapat cyber patrol terus mengalami peningkatan signifikan. ’’Setiap hari pasti ada. Satu bulan terakhir ini saja, ada 80 ujaran kebencian yang didapat cyber patrol,’’ tegasnya.
Angka itu, diprediksi akan terus berkembang dan banyak seiring dengan tahun politik sekarang ini. Tidak hanya satu mesin medsos saja, melainkan semua medsos dipelototi cyber patrol. Di antaranya, Facebook, Instagram, dan medsos lainnya.
Seperti halnya kasus prostitusi online yang menyeret sejumlah artis belakangan ini. ’’Itu salah satu hasil dari fungsi cyber patrol juga,’’ tandasnya.