KEMLAGI, Jawa Pos Radar Mojokerto – Di luar statusnya sebagai dokter ilegal, Catur Purwanto, 38, ternyata dicintai masyarakat. Banyak orang menilainya sebagai sosok yang tulus. Dia mendapat tempat di hati masyarakat karena dedikasinya dalam membantu menyembuhkan warga yang sakit.
Sebelum ditangkap polisi pada Selasa (3/8) lalu karena tak punya legalitas praktik kedokteran, dia dikenal luas sebagai pelayan masyarakat. Khususnya, bagi warga Desa Betro, Kecamatan Kemlagi dalan kurun 10 tahun terakhir. Salah satunya adalah Basuki, 69, yang sudah empat kali dirawat Catur. Selama dua bulan pada 2019 lalu, sepulang operasi infeksi usus, Catur yang merawat Basuki di rumah.
”Mas Pur (Catur) ini mengontrol kondisi saya pagi sore,” terang warga Desa Betro, Kecamatan Kemlagi. Saat itu, Catur masih menjadi asisten seorang dokter di desa setempat. Catur rutin datang pagi sore untuk mengecek bekas operasi Basuki yang saat itu masih mengeluarkan cairan.
Menurut Basuki, dalam praktiknya, Catur tidak melakukan tindakan medis. Dia hanya membantu para dokter dan merawat pasien. Tindakan seperti menyuntik atau pasang infus dilakukan dokter. ”Dia mengantar dan membantu dokter. Istilahnya mungkin ya asisten dokter,” ujar dia. Hingga akhirnya sejak awal tahun ini, aktivitas Catur kian padat. Bersama seorang lulusan sekolah keperawatan, Catur dipanggil kesana-kemari untuk menangani pasien.
Basuki mengaku, Catur tidak pernah mematok biaya perawatan yang dilakukan. Sosok Catur selama ini diandalkan masyarakat karena bisa dimintai tolong sewaktu-waktu. Bahkan, ketika tengah malam. ”Tidak ada tarif. Hanya rincian harga obatnya segini. Terus infusnya segini, begitu saja,” ungkap dia.
Basuki baru mendengar kabar penangkapan Catur belum lama ini. Kesaksian warga ini juga diungkapkan perangkat desa setempat. Kasi Pemerintahan Desa Betro Sutomo menyatakan, Catur adalah sosok yang tulus dalam melayani masyarakat. Tak jarang, dia menolak dibayar seusai menangani warga sakit. ”Yang bertindak itu dokter dan bidannya. Tapi, yang selalu dicari warga itu Mas Pur (Catur),” terangnya.
Sutomo mengaku baru mendengar kabar penangkapan Catur empat hari terakhir ini. ”Sebenarnya warga merasa kehilangan,” ungkap dia.
Kehilangan itu dirasakan karena Catur dinilainya tampa pamrih membantu masyarakat. Catur juga sosok yang bisa memberi semangat kepada pasien untuk sembuh. ”Omongnya enak. Jadi orang yang sakit ini gampang waras (sembuh). Sambil guyon dan motivasi dari hati. Jadi, yang sakit ini merasa kuat,” jelas dia.
Namun, dia turut memahami, Catur ditangkap atas dugaan tidak memiliki legalitas dalam praktik kedokteran. Tetapi, hampir seluruh warganya bisa memberi kesaksian jika Catur adalah sosok yang tulus. ”Kalau sesuai hukum memang salah, karena tidak ada izin. Kalau dari sisi kemanusiaan Mas Pur ini tanpa pamrih,” ucap Sutomo.
Catur memiliki seorang istri yang mengajar di sekolah madrasah dan dua anak yang masih berusia belian. Rabu (11/8), Jawa Pos Radar Mojokerto mendatangi rumah Catur. Rumah dengan pagar tembok di sudut pertigaan jalan itu tampak sepi. Sayang, seorang perempuan yang belakang diketahui istri Catur tak berkenan untuk ditemui. ”Maaf ya, belum bisa,” katanya sembari menutup kembali pintu rumahnya.
Sebelumnya, Catur dibekuk Unitpidter Satreskrim Polres Mojokerto Kota saat menangani pasien di sebuah rumah warga, di Desa Mojojajar, Kecamatan Kembali, Selasa (3/8). Lulusan SMK jurusan elektronik ini diduga melakukan praktik kedokteran ilegal berbekal pengalaman kerja di klinik kesehatan. Dia dikenal dengan sebutan ”Pur Klinik” dan banyak praktik di wilayah utara Sungai Brantas bersama seorang perempuan sebagai asistennya.
Catur dijerat pasal 78 juncto pasal 73 ayat (2) UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dengan ancaman denda paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 150 juta.