JATIREJO, Jawa Pos Radar Mojokerto – Ekskavasi Situs Kumitir, di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, terganjal minimnya anggaran. Baik dari Pemerintah Kabupaten Mojokero maupun dari pemerintah pusat. Terbukti, sejak tahun 2017 awal ditemukannya situs, baru bisa diekskavasi akhir bulan Oktober lalu. Itu pun hanya dilakukan dalam waktu 10 hari saja.
Sehingga, diperkirakan ekskvasi baru bisa dilanjutkan pada tahun 2020 mendatang. Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Fitra Arda, mengatakan, anggaran untuk penanganan Situs Kumitir di tahun ini memang tergolong minim. ”Tahun ini pemerintah hanya mengalokasikan dana Rp 2 miliar,” katanya saat mengunjungi Situs Kumitir bersama Wabup Pungkasiadi kemarin. Dana itu pun dimanfaatkan untuk ekskavasi penemuan situs di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, ekskavasi kali ini hanya sebatas menampakkan sekitar 100 meter dari total 200 meter struktur talud kuno diperkirakan mengelilingi sebuah bangunan suci ini. Sementara, sejumlah para perajin bata merah di Situs Kumitir tetap meminta dana konpensasi atas tanah sewa mereka yang masuk ke wilayah situs. Namun, sampai saat ini kompensasi tersebut belum masuk dalam anggaran 2020.
”Untuk sementara ini kita fokuskan kepada pencarian struktur terlebih dahulu,” tandasnya. Dirinya meminta masyarakat untuk bersabar sembari menunggu pencairan konpensasi di tahun depan. Dimana pihaknya akan mengambil dana dari pos anggaran penanganan kasus tersebut untuk memberi kompensasi kepada para perajin bata. Fitra Arda berharap tidak ada masyarakat yang dirugikan. Namun, masyarakat juga harus mengerti bahwa ekskavasi juga demi kepentingan negara. ”Intinya, saling memahami, saling kerja sama atau gotong royong. Itu yang paling utama,” tandasnya.
Kendati demikian, ia menjajinkan akan menuntaskan proses ekskavasi ini meski dilakukan secara bertahap. ”Saya yakin di tengah-tengah talud kuno ini ada sesuatu. Ini menjadi harapan bagi kita untuk mengungkap nilai-nilai sejarah Majapahit,” paparnya. Sementara Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho, menyatakan, sampai saat ini kedua perajin batu bata sebagai penemu situs, serta pemilik tanah memang baru sebatas diberikan kompensasi Rp 1 juta.(hin)