MOJOKERTO – Mendekati ganti tahun, persoalan besaran upah minumum kabupaten/kota (UMK) kembali menyeruak. Di Kabupaten Mojokerto, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) setempat menolak kenaikan UMK tahun 2018 yang mencapai Rp 650 ribu. Jika dipaksakan, kenaikan itu bakal mengakibatkan pengusaha gulung tikar dan hengkang dari Mojokerto.
Sekretaris Apindo Kabupaten Mojokerto Edy Jusef, mengatakan, pengusaha keberatan dengan nominal itu. Alasannya, formula kenaikan UMK harus mengacu pada aturan yang telah ditelurkan pemerintah. ’’Prinsip kita sederhana sekali. Tetap pakai Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan,’’ ujarnya.
Dengan mengacu formula itu, imbuhnya, maka kenaikan UMK tahun 2018 nanti menyentuh angka Rp 3,556 juta. Besaran itu mendasar pada besaran UMK tahun 2017 sebesar Rp 3, 279 juta, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,7 persen.
Edy menjelaskan, meski sepakat dengan UMK yang besar, namun Apindo tetap meyakini jika UMK tak bisa menyentuh seluruh pengusaha. Karena, banyak pengusaha kecil, menengah dan padat karya yang masih disibukkan dengan kondisi finansial perusahaannya. ’’Harus ada payung hukum bagi mereka. Sama rata dan sama rasa justru tidak adil,’’ tegas dia.
Klasterisasi itu justru membuat pengusaha lebih maksimal dalam mengembangkan dan menjalankan bisnisnya. Dengan munculnya regulasi tersebut, Edy menilai, pengusaha kelas menengah ke bawah tak lagi waswas jika tak menjalankan UMK. Bukankah bisa mengajukan penangguhan UMK ke Gubernur?
Edy menambahkan, tak akan banyak pengusaha yang menjalankan opsi tersebut. Alasannya, penangguhan hanya akan menunda beban. ’’Sejak muncul putusan MK (Mahkamah Konstitusi), UMK yang tidak dibayarkan, justru akan menjadi utang di tahun berikutnya,’’ paparnya.
Dalam putusan MK di pengujung tahun 2016 lalu, hakim MK memenangkan permohonan uji materill UU 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam salah satu putusannya, pengusaha harus membayar upah yang ditangguhkan.
Sejauh ini, kenaikan UMK di Kabupaten Mojokerto dinilai Apindo sudah jauh dari layak. Hal itu bisa dilihat dari besaran hasil Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah disurvei oleh dewan pengupahan. Edy menjelaskan, Dewan Pengupahan sudah menjalankan survei dengan harga tertinggi. Seperti besaran tarif kos-kosan yang mencapai Rp 500 ribu dan transportasi sebesar Rp 600 ribu.
Meski sudah melakukan survey di grade tertinggi, namun besaran KHL hanya ditemukan Rp 2,7 juta. ’’Jadi, UMK di Kabupaten Mojokerto sudah berada di 130 persen dari besaran KHL. Tentunya dengan kenaikan UMK sebesar 8,7 persen di tahun depan, sudah sangat baik,’’ pungkasnya.
Seperti diketahui, seratusan buruh mendesak pemda memberikan rekomendasi kenaikan UMK tahun 2018 menjadi Rp 3,9 juta. Besaran itu mengacu pada survei yang dilakukan secara independen