BAGI banyak orang, Zeda Salim, presenter cantik di layar kaca, memang sudah tak asing lagi. Selain parasnya yang cantik, dalam setiap membawakan acara berita di stasiun televisi, perempuan yang kini tinggal di Perum Surodinawan Grand Site Blok C1, Kota Mojokerto, seolah selalu bisa menghipnotis para penonton.
Namun, di balik skill yang dimiliki, ternyata tak banyak orang tahu bagaimana perjalanan hidupnya hingga akhirnya dia memilih berhijrah menjadi seorang hijabers. Perempuan kelahiran Surabaya 11 Mei 1987 ini merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Tidak seperti anak pada umumnya. Kebetulan dia dibesarkan di lingkungan keluarga yang kuranag harmonis. Dari kecil dirinya hidup dalam perekonomian sederhana. Dia dibesarkan orang tua yang sama-sama mempunyai kisah kelam. Ayah dan ibunya mempunyai luka di masa lalunya. ’’Tidak bisa merasakan keluarga yang menyenangkan. Tapi, bukan berarti tidak harmonis, melainkan kurang harmonis,’’ kata Zeda Salim.
Setiap hari dirinya tak jarang dipertontonkan dengan pertengkaran hingga puncaknya kedua orang tuanya bercerai pada 2001. Kebetulan, Zeda saat itu berusia 15 tahun. Diusia semudah itu, Zeda harus merasakan luka paling menyakitkan dalam hidup. Bahkan, di usia itu, dirinya harus hidup sendiri. Harus mandiri.
Di bangku SMA, Zeda juga harus menjadi tulang punggung keluarga karena ibunya sudah menjadi single parent. Namun, kondisi itu tak mambuatnya terpuruk. Di saat sulit itu dirinya diterima menjadi presenter di beberapa televisi lokal. Setelah dirinya memutuskan pindah ke Jakarta, karirnya pun kian moncer. Zeda menjadi salah satu presenter andalan di TV nasional dan berbagai program TV.
Namun, perjalanan hidupnya membuat Zeda beberapa kali drop. Kerasnya lingkungan di Jakarta membuatnya sempat tak kuat. Dia lelah menjalani hidup. Keputusasaan juga menghampirinya, hingga akhirnya dia dipaksa untuk berhenti berkarir. Dirinya dipaksa suami untuk berdiam di rumah saja. ’’Dari situ akhirnya saya memutuskan berhijab,’’ tegasnya.
Awalnya dia tak begitu paham apa itu hijab. Padahal, setiap hari dirinya kerap dikelilingi orang-orang berhijab. Meski berhijab itu diawali paksaan dari pasangan, ibu satu anak ini mulai berprisip untuk berhijab bukan karena paksaan, tapi berhijab dan berhijrah ini dari hati.
Belajar ilmu agama mulai dilakukan. Salah satunya dengan membuka Alquran dan hadis. ’’Dari situ saya baru tahu jika ternyata hijab itu wajib. Dari situ saya belajar lebih matang soal berhijab,’’ tandasnya. Karena keteguhannya berhijrah, dirinya harus selalu mengikuti kajian-kajian. Tentunya, banyak perbedaan dalam metamorfosis yang dia lakukan.
Jika dulunya dia kerap berpakaian glamor, seksi, terbuka hingga hidupnya secara kasat mata terlihat happy. Tapi, dalam hati ternyata kacau. Sebaliknya, setelah berhijab Zeda mengaku merasa jauh lebih tenang. Meski ujian hidup yang dialami juga kian deras dialami. ’’Tapi setidaknya saat ini saya merasa lebih dekat dengan Tuhan.
Dibanding dulu yang hanya fokus pada dunia. Lebih berambisi pada karir. Sekarang saya punya waktu luang untuk beribadah. Punya waktu luang untuk berdoa, dan merenungi proses hidup,’’ paparnya. Di awal berhijab, tentu banyak rintangan dialami. Salah satunya, karena keluarganya sangat marah. Mereka menentang dirinya berhijab.
Sedikit pun tidak mendapatkan dukungan. Pun demikian dengan suami, meksi awalnya dipaska berhijab pasangan, ujung-ujungnya dirinya diminta membuka hijab. ’’Kenapa kamu berhijab, karir kamu kan lagi bagus-bagusnya. Udah deh kamu jangan macam-macam,’’ sesal Zeda menirukan mereka yang menentang.
Namun, kondisi itu membuat Zeda kian kuat mempertahankan hijabnya. Sebab, dirinya tahu orang berhijab itu tidak mudah. Orang berhijab itu ujiannnya besar. ’’Orang berhijab dan berhijrah itu ibaratnya seperti puasa. Butuh proses panjang,’’ tutur Zeda yang kini menjadi presenter di SBO TV dan JTV.
Dalam prosesnya, dirinya tiga kali pernah berupaya melangsungkan bunuh diri. Baik saat kedua orang tuanya memutuskan berpisah ataupun saat diterpa derasnya ujian dalam menjalani hidup berumah tangga. Cobaan mengakhiri hidup itu sampat dialami tahun 2001, 2010, dan 2014.
Kadang dalam meluapkan emosinya, tak jarang dirinya mengadu pada Allah. Hingga sempat berpikir akan kembali melepas hijab dan berpakaian seksi lagi. Tapi, entah kenapa, dirinya seakan dituntun untuk melakukan sujud pada Ilahi dalam menguatkannya. ’’Saya bisa membayangkan jika harta saya diambil. Tapi saya tak bisa bayangkan jika agama saya diambil oleh Tuhan,’’ tegasnya.
Memang, mempertahankan hijab itu luar biasa sulitnya. Semuanya dikorbankan. Harta, karir, air mata, tangisan, luka itu datang bertubi-tubi. ’’Tapi alhamdulillah, meski hijrah saya belum sempurnah, tapi saya bisa merasakan kedekatan pada Tuhan. Saya yakin Allah bersama orang yang sabar, kuat, dan baik,’’ paparnya.
Zeda menegaskan, Tuhan dan ikhtiar dirinya sendirilah yang membuatnya bisa mempertahankan hijabnya. Zeda mengaku, berhijrah itu keputusan paling besar yang diambilnya. Menyusul saat itu karirnya sedang melonjak. Bagaimana tidak, untuk mendapatkan uang puluhan juta dianggapnya cukup mudah.
Tapi, karena uang bukan menjadi tujuan hidup yang hakiki membuatnya tak begitu ambil pusing, meski setelah pakai hijab pemasukannya turun drastis. ’’Tapi dengan ini, saya berperasangka, bahwa rezeki sudah diatur Allah. Karena rezeki tidak disangka-sangka. Meski yang saya dapat tidak melebihi yang dulu, yang penting untuk bertahan hidup itu selalu ada,’’ urainya. (abi)