PULUHAN pelajar di Mojokerto tetap nekat menggelar konvoi kelulusan di tengah pandemi korona. Mereka bergerombol dan melakukan arak-arakan. Aksi itu lantas disikapi kepolisian. Mereka yang bergerombol kemudian dibubarkan hingga dijatuhi hukuman tilang.
’’Mereka yang tidak memakai helm langsung kami tilang,’’ ungkap Kasatlantas Polres Mojokerto, AKP AM Rido Ariefianto, kemarin. Petugas juga menahan sepeda motor yang kedapatan kondisinya tidak standar. Di antaranya memakai ban kecil,menggunakan knalpot brong, dan bodimotor protolan atau tak sesuai SNI.
Langkah itu sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rido mengatakan, dalam salah satu pasal dijelaskan, setiap pengendara sepeda motor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Bagi siswa yang tak bisa menunjukkan STNK juga tak lepas dari penyitaan kendaraan bermotor. Tindakan tegas ini untuk membuat para pengendara jera. Mereka akan berpikir ulang jika mau mengulangi hal yang sama di kemudian hari. Sehingga untuk mengambil motor kembali harus melalui proses sidang.
’’Meraka harus bisa menunjukkan STNK atau BPKB. Sebelum dibawa pulang, pengendara wajib mengembalikan sesuai spesifikasinya. Itu harus dilakukan sebagai syarat penukaran barang bukti,’’ tandasnya. Seorang pelajar yang dijatuhi tilang mengaku menyesal melakukan konvoi. Selain harus berurusan dengan kepolisian, sepeda motor Honda GL miliknya harus disita petugas.
’’Saya dari kota, SMK Raden Patah, dan teman saya itu dari SMK Palapa,’’ ungkap ungkap ZA. Namun, dirinya berkilah coret-coret bersama puluhan pelajar lainnya tidak dilakukan di tengah jalan. ’’Tadi (kemarin, Red) hanya coret-coret di rumah saja kok. Tidak konvoi,’’ tandasnya.