KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Sepuluh organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Mojokerto lemot. Hingga jelang tutup buku, serapan anggaran yang sudah diploting belum maksimal. Tercatat masih di bawah 50 persen.
Pjs Bupati Mojokerto Himawan Estu Bagijo mengatakan, hingga semester terakhir ini memang penyerapan yang dilakukan sejumlah OPD sangat jomplang dari pagu. Dari evaluasi, setidaknya ada 10 OPD yang serapan anggarannya paling rendah.
Serapan anggaran terendah di RSUD RA Basoeni Gedeg. Dengan pagu Rp 18,546 miliar, penyerapan hanya Rp 2,62 miliar saja. Begitu pun RSUD Soekandar Mojosari, dari pagu Rp 56,017 miliar, masih di angka 20 persen atau Rp 10,199 miliar. Penyerapan cukup rendah juga terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Dari Pagu Rp 139,921 miliar, hingga kini baru terserap Rp 41,393 miliar.
Dengan penyerapan rendah hingga triwulan terakhir ini, dikatakan Pjs Bupati, memang mengharuskan pemerintah bekerja lebih ekstra. Setidaknya, hal itu untuk memaksimalkan penyerapan yang sudah dikejar deadline. ’’Memang itu berat. Apalagi last minute,’’ ungkapnya.
Hingga kini penyerapan masih di angka 51,46 persen atau Rp 1,3 triliun dari kekuatan APBD 2020 sebesar Rp 2.690.292.684.955. Artinya, pemkab masih harus menggenjot penyerapan. Meski jauh dari harapan, Himawan masih optimistis pada dua bulan jelang tutup buku ini penyerapan bisa melesat jauh dari sebelumnya. ’’Paling tidak Desember 85 persen itu sudah sangat bagus. Itu pun dengan ekstra kerja keras,’’ ujarnya.
Rendahnya penyerapan ini, dikatakan Himawan, dipicu beberapa faktor. Di antaranya, status pemimpin di Kabupaten Mojokerto sejak beberapa tahun terakhir. Mulai dari status wakil bupati yang akhirnya menjadi Plt Bupati dan menjadi definitif. ’’Begitu beliau jadi bupati definitif, sudah sibuk dengan pencalonan. Bankan sekarang harus cuti. Tentu pergantian itu sangat berpengaruh pada keberanian eksekusi anggaran,’’ paparnya.
Selain itu, pejabat teknisnya juga banyak yang berstatus pelaksana tugas (plt). Hingga detik ini ada 164 jabatan yang masih di-plt-kan. Sehingga ada keterbatasan wewenang dalam mengambil keputusan. ’’Jadi jelas berpengaruh pada kinerja,’’ tuturnya.
Di luar prediksi, terjadinya pandemi Covid-19, disebut Himawan, juga menjadi ganjalan cukup besar dalam penyerapan anggaran. Terbukti, dari sejumlah OPD yang serahusnya sudah melakukan penyerapan cukup tinggi, tak bisa terlaksana dengan baik.
Salah satu contoh yang sangat terdampak adalah Dinas PUPR dengan anggaran paling besar. Kantor di Jalan Raden Wijaya Kota Mojokerto itu sebelumnya harus di-lockdown akibat sejumlah pegawai terpapar Covid-19. ’’Sudah kena Covid-19, kantornya lockdown, sekarang pegawainya WFH (work from home) separo-separo. Dinkes juga begitu, WFH separo-separo. Ini probelmnya di situ memang,’’ urainya.
Dengan begitu, lajut Himawan, ini menjadi perhatiannya sebagai penjabat sementara (Pjs) Bupati untuk menemani dan memacu para OPD dalam penyerapan anggaran menjadi lancar. ’’Kalau mau dilakukan analisis singkat, proses pergantian jabatan kepala daerah, pandemi, serta jabatan yang di-plt-kan sangat berkaitan dan bepengaruh pada penyerapan anggaran,’’ tuturnya.