MOJOKERTO – Meski bukan komoditas besar, namun produksi tembakau tak bisa dipisahkan dari pertanian di Kabupaten Mojokerto. Betapa tidak, struktur wilayah di utara Sungai Brantas yang panas dan cadas, sangat cocok ditanami tumbuhan bernama latin nicotina tabacum itu.
Kondisi itu yang dimanfaatkan Rubiah, 56, petani tembakau asal Desa Jolotundo, Kecamatan Jetis untuk menyulap lahan sawahnya menjadi lahan perkebunan tembakau saat musim kemarau tiba. Namun, di tengah pertumbuhan tanaman tembakaunya yang baru berumur 2 bulan, sejumlah petani ternyata masih dihantui persoalan.
Salah satunya, akibat anomali cauca atau situasi tak menentu atas cuaca yang akhir-akhir ini melanda kawasan Mojokerto dan sekitarnya. Hal ini yang membuat para petani tembakau dibayangi rasa waswas atas kegagalan panen tembakau yang mulai surut. ’’Tembakau kan memang ditanam pas musim kemarau. Hanya buat selingan, setelah ganti musim hujan ya sawahnya buat padi,’’ terangnya.
Ya, anomali cuaca antara suhu panas tinggi dan hujan intensitas tinggi memang cukup meresahkan petani tembakau. Pasalnya, ancaman peluang tanaman rusak semakin terbuka, mengingat tembakau sangat rentan terhadap penyakit.
Jika sudah demikian, maka pembusukan tanaman tak bisa dielakkan dan petani bakal mengalami rugi. ’’Sebenarnya petani sudah banyak yang pakai pestisida agar tanaman kuat terhadap serangan penyakit. Tapi, ya obat itu belum bisa jadi patokan,’’ tambah Ali Mustofa, petani tembakau asal Desa Mojokumpul, Kecamatan Kemlagi.
Sementara itu, Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto, Mochamad Zaini membenarkan saat ini tengah terjadi perubahan besar atas situasi cuaca. Perubahan ini tak lepas dari kondisi pemanasan global yang terjadi sejak dua tahun belakangan. Hal itu dipengaruhi oleh awan El Nino dan La Nina yang terus bergerak di Samudra Pasifik di sisi timur Indonesia.
Akibatnya, iklim di Indonesia seringkali berubah dan tak bisa diprediksi durasi dan waktunya. ’’Kalau dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) memang diimbau untuk selalu waspada terhadap perubahan cuaca. Untuk musim kemarau tahun ini saja sudah mundur dua bulan ke bulan Mei-Juni. Dan, perubahan itu sudah kami beritahukan ke lintas sektoral untuk diantisipasi,’’ ungkapnya.
Zaini menambahkan, meski masih ditemui curah hujan, namun cuaca panas sudah mendominasi wilayah Mojokerto. Rata-rata suhu antara 21 sampai 32 derajat Celsius, dengan kelembaban antara 60 sampai 90 persen. Suhu tersebut seharusnya diantisipasi warga untuk lebih hati-hati dalam beraktivitas. Sebab, peluang terjadinya kebakaran bisa saja terjadi, mengingat cuaca yang sangat mendukung. ’’Terutama pasti muncul percikan api di ladang,’’ pungkasnya.