KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Mojokerto tahun depan resmi naik Rp 75 ribu. Menyusul diterbitkannya keputusan Gubernur No 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minium Kabupaten/Kota di JawaTimur Tahun 2022 kemarin. Meski begitu, serikat buruh menyatakan kenikan UMK tahun depan itu masih kurang pantas.
Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Mojokerto Ardian Safendra menjelaskan, usai melakoni proses audiensi yang panjang bersama Pemprov Jatim, disepakati UMK Mojokerto tahun depan naik 1,75 persen dari tahun ini. Yang mulanya UMK tahun ini Rp 4.279.787,17 menjadi Rp 4.354.787,17. ’’Akhirnya disepakati UMK Kabupaten Mojokerto naik Rp 75 ribu untuk tahun depan,’’ ujarnya.
Artinya, angka tersebut masih jauh di bawah usulan serikat buruh seperti yang dilayangkan sebelumnya yakni sekitar 7,07 persen. Bahkan, kenaikan tersebut masih jauh dari opsi lain yang dilayangkan serikat buruh saat audiensi dengan pemprov beberapa hari lalu. Yakni, kenaikan 3,62 persen. Angka tersebut dari perhitungan 1,7 pertumbuhan ekonomi dan 1,92 persen dari inflasi Jatim. Jika dirupiahkan mencapai Rp 154 ribu.
’’Naik Rp 75 ribu itu pemprov pakai angka kompromi. Apa naik segitu itu pantas? Itu masih kurang pantas. Itu masih setengah dari Rp 154 ribu, masih setengah dari yang kita usulkan,’’ ungkapnya.
Meski begitu, pihaknya legawa dan mengapresiasi keputusan yang diambil Gubernur Jatim. Sebab, penetapan UMK bagi 38 daerah tersebut sudah tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Melainkan dengan angka kompromi.
’’Kita apresiasi gubernur sudah tidak mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021, dan memutuskan itu juga tidak mudah,’’ bebernya.
Sebab, pemerintah daerah dan provinsi diinstruksikan pemerintah pusat untuk mengacu pada PP turunan UU Cipta Kerja itu dalam menetapkan UMK. Menurut Ardian, langkah gubernur tersebut sudah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Lantaran sejumlah PP turunan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kini statusnya inkonstitusional bersyarat itu sudah tidak diberlakukan.
’’Memang dalam amar putusan No 4 itu selama masa revisi UU Cipta Kerja tetap berlaku hingga dua tahun. Tapi pada amar putusan Nomor 7 dijelaskan kalau petunjuk pelaksanaan (peraturan di bawahnya) itu ditunda dan tidak boleh diberlakukan karena undang-undangnya sendiri masih dalam revisi,’’ tandasnya. (vad/abi)