DALAM catatan dunia hitam, M. Sulistyo Widodo merupakan salah seorang yang cukup kenyang pengalaman. Betapa tidak, berbagai tindak melawan hukum pernah ia lakoni.
Bahkan semasa muda, warga asal Dusun Sroyo, Desa/Kecamatan Dlanggu ini hampir pernah melanggar semua larangan molimo. ’’Semuanya perbuatan buruk pernah saya lakukan, kecuali medok (bermain perempuan atau zina),’’ terangnya.
Itu berawal karena dirinya salah bergaul dengan teman-teman lingkungannya dulu. Sehingga, Widodo pun turut terjerumus dalam dunia kelam. Dia mulai mencoba minum-minuman keras.
Bahkan, kebiasaan mabuk menjadi aktivitas yang sulit dia tinggalkan hingga berkeluarga. Sejak duduk di bangku SMP, dia juga sudah akrab dengan narkoba. Tak hanya terlibat dalam penyalahgunaan pemakaian, tetapi barang haram tersebut juga diperjualbelikan oleh Widodo.
Mulai dari ganja, sabu, putau, serta beberapa jenis narkotika lainnya pernah dia transaksikan sebagai bisnis. ’’Awalnya dulu karena frustasi sehingga bisa kenal dengan narkoba,’’ tandasnya.
Sejumlah perbuatan kriminal juga pernah dia lakoni. Pria 47 tahun ini juga hobi bermain judi, terlibat tawuran, hingga aksi pencurian kendaran bermotor (curanmor). Sebab, semasa kecil hingga dewasa dia tumbuh besar di jalanan.
Aksi curanmor dia lakukan saat merantau ke Ibu Kota Jakarta. Akibat perbuatan tersebut, dia harus menanggung urusan dengan pihak berwajib. Widodo pun sempat mencicipi pengapnya ruang di balik jeruji besi.
Namun, terlepas dari berbagai catatan hitam, ayah tiga anak ini memegang prinsip tetap menjalani kewajiban salat lima waktu. ’’Saya akui kalau saya nakal. Tapi walau dengan kondisi apa pun, saya tidak pernah meninggalkan salat,’’ tandasnya.
Saat ini, Widodo telah berhenti total meninggalkan semua perbuatan masa lalunya. Sejak tiga tahun terakhir ini, dia aktif dalam berbagai kegiatan di Masjid Darussalam Desa/Kecamatan Dlanggu.
Dia menceritakan, awalnya dia diajak salah seorang teman remaja masjid (remas) untuk menjadi muazin. Lantas, tawaran itu pun ia terima. Ternyata, dengan mengumandangkan azan itulah menjadi titik balik dari kehidupan Widodo.
’’Awal mengumandangkan azan pertama itu, lama-lama saya ingin mendalami ilmu tentang agama,’’ tegas pria bertato ini. Selain belajar, hampir setiap hari dia juga mendapatkan ilmu dari berkumpul dengan sejumlah ulama dan sesama jamaah di masjid di Jalan Raya Dlanggu itu.
Sejak itulah, hati kecilnya mulai terpanggil untuk berhenti total dari dunia hitam. ’’Harapan saya cuma satu, bisa meninggal khusnul khotimah. Itu saja, tidak ada yang lain,’’ pungkas Widodo. (abi)