KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Kuota pupuk bersubsidi di Kabupaten Mojokerto tahun ini turun drastis dari tahun sebelumnya. Hanya sekitar 48 ribu ton dari tahun lalu 103 ribu ton. Atau terjadi penurunan hingga 55.271 ton.
Berdasarkan ploting yang diberikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, penurunan kuota pupuk ini khususnya terjadi pada jenis ZA, NPK, dan SP 36. Masing-masing anjlok 35 persen, 65 persen, dan, 66 persen.
Kepala Dinas Pertanian (Kadisperta) Kabupaten Mojokerto Nurul Istiqomah mengatakan, tahun ini jatah pupuk di Kabupaten Mojokerto menurun. Dari sebelumnya 103.796 ton menjadi 48.525 ton. ’’Dari angka itu terjadi penurunan hingga 55.271 ton. Penurunan terjadi untuk jenis ZA, NPK, dan SP 36,’’ ungkapnya.
Masing-masing 3.287 ton untuk ZA dari sebelumnya 9.307 ton, 11.340 ton dari sebelumnya 17.293 ton untuk NPK, dan SP 36 1.154 ton dari sebelumnya 1.740 ton. Sebaliknya, untuk Urea dan pupuk organik granul malah terjadi peningkatan. ’’Dari tahun sebelumnya 15.784 ton kini menjadi 20.400 ton jenis Urea dan 187 ton menjadi 12.344 ton untuk organik,’’ tadasnya.
Kendati ada kenaikan pada dua jenis pupuk, Nurul mengakui, alokasi pupuk bersubsidi secara keseluruhan tahun ini tetap jauh di bawah data Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Dengan rincian, 24.884 ton untuk Urea, 1.215 ton untuk SP 36, 3.288 ton untuk ZA, 32.242 ton untuk NPK, dan 42.167 ton untuk jenis organik granul. ’’Jadi, dari e-RDKK yang kami data capai 103.796 ton se-Kabupaten Mojokerto, pemenuhan kuota pupuk di setiap jenisnya tidak ada yang sampai 100 persen. Paling banyak ZA 99,96 persen, SP 36 94,97 persen, urea 81,97 persen, NPK 35 persen dan organik 29 persen,’’ bebernya.
Nurul menegaskan, penurunan kuota pupuk ini sebenarnya tidak hanya di Mojokerto. Melainkan terjadi di banyak daerah se-Indonesia. Itu lantaran pemakaian pupuk juga harus benar-benar sesuai dosis pemupukan sesuai Balitbangtan. ’’Sesuai aturan, dosis Urea padi 275 kilogram per hektare dan jagung 250 kilogram per hektare. Tapi, sebenarnya tahun ini dosisnya meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 100 kilogram per hektare,’’ tuturnya.
Merosotnya alokasi pupuk bersubsidi di daerah dengan 18 kecamatan ini tentu bakal berdampak pada para petani. Tahun lalu dengan kuota 103 ribu ton saja, kelangkaan pupuk subsidi masih terjadi. Sehingga secara tidak langsung, tahun ini kelangkaan pupuk subsidi bisa saja tak bisa dihindari. Dipastikan petani akan merogoh kocek lebih banyak lagi untuk pembiayaan produksi pertanian.
Untuk mengatasi kekurangan pupuk, mau tidak mau petani akan beli pupuk nonsubsudi yang harganya lebih mahal. ’’Tapi kuota yang diplotkan ini, di akhir tahun nanti kita bisa mengajukan tambahan ke provinsi, berapa pun yang kita ajukan nanti sesuai e-RDKK, keputusan tetap ada di provinsi,’’ jelasnya. (ori/abi)