MOJOKERTO – Rencana Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto menutup proses hukum yang menyeret mantan Wali Kota Mojokerto Tegoeh Soedjono, terus dilakukan.
Keluarga mantan orang nomor satu di pemerintahan kota ini sudah mendatangi kantor Kejari di Jalan RA Basoeni, Sooko. Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto Agus Hariyono, mengatakan, rekam medik yang dikirim keluarga terpidana korupsi senilai Rp 2,2 miliar tersebut, sudah usang.
’’Kita minta rekam medik yang terbaru untuk mengetahui kondisi kesehatan terkini,’’ ujarnya Rabu (30/1). Agus menjelaskan, pasca mendatangi kediaman Tegoeh di perumahan Dharma Husada Indah, Gubeng, Surabaya, pekan lalu, kejari terus menelaah proses penutupan kasus tersebut.
’’Rekam medik menjadi salah satu dasar kajian kami,’’ paparnya. Dikatakan Agus, dalam aturan, menghentikan penuntutan hanya bisa dilakukan jika tersangka meninggal dunia atau kasus tersebut sudah memasuki masa kedaluwarsa.
Akan tetapi, sampai sekarang, Tegoeh ini masih hidup dan mengalami sakit yang berkepanjangan. Sementara, peluang untuk kembali sehat sangat kecil. Meski begitu, Agus menilai, kasus Tegoeh diharapkan menjadi terobosan hukum dalam penanganan kasus.
’’Kita memrosesnya untuk penutupan kasus itu. Karena, pertimbangan kita yang paling besar, demi kemanusiaan,’’ jelasnya. Asas kemanusiaan yang dimaksud Agus itu, karena kondisi kesehatan Tegoeh terus memburuk.
Selain mengalami komplikasi penyakit yang akut, mantan Wali Kota Mojokerto dua periode ini, juga sudah mengalami degradasi daya ingat. Ia sudah tak lagi bisa fokus dan kerap ngelantur di tengah pembicaraan berlangsung.
Kondisi kesehatan Tegoeh diperparah dengan munculnya indikasi parkinson yang dideritanya. Usai terjatuh di kamar mandi, tangan kirinya tak lagi bisa dikendalikan. ’’Sekali lagi kami tegaskan. Langkah kami ini demi kemanusiaan saja,’’ ungkap Agus.
Karena penyakit keras yang diderita, berimbas terhadap proses eksekusi. Agus menerangkan, jika dipaksakan, maka lembaga pemasyarakatan (lapas) akan menolaknya. Karena, pihak lapas juga memiliki tanggung jawab atas kesehatan warga binaannya.
Perlu diketahui, Tegoeh dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dan dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara. Hal ini sesuai surat salinan putusan Mahkamah Agung No 520 K/Pidsus/2009 tg/ 30 Desember 2011.
Rencana eksekusi sudah berulang-ulang dilakukan. Namun, rencana itu selalu gagal lantaran terganjal hasil diagnosis tim medis. Tegoeh dinyatakan mengalami sakit parah dan harus rutin keluar masuk rumah sakit untuk menjalani opname.
Sejak menyandang status tersangka hingga putusan kasasi MA akhirnya turun, Tegoeh tidak pernah semenit pun menjalani penahanan. Pada 2008 Tegoeh mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya atas putusan PN Mojokerto yang menvonis dirinya dengan hukuman 1,5 tahun penjara.
Di tahun yang sama, PT memvonis Tegoeh dengan hukuman percobaan selama enam bulan. JPU pun mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, putusan kasasi MA menguatkan vonis hakim PN Mojokerto dengan hukuman penjara 1,5 tahun.
Saat itu, untuk menyukseskan program pemekaran wilayah Kota Mojokerto, dibutuhkan biaya dari APBD sekitar Rp 4 miliar. Dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tim pemekaran mencapai Rp 2,2 miliar.
Selain Tegoeh, kasus tersebut menyeret mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Hari Utomo, dan Kabag Keuangan Subiyanto. Namun, sebelum menjalani hukuman, Hari juga telah meninggal dunia.