PTSL Madureso, Biaya Ditentukan Panitia
DAWARBLANDONG, Jawa Pos Radar Mojokerto – Polisi menelusuri dugaan pungutan liar (pungli) program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Madureso, Kecamatan Dawarblandong. Klarifikasi bakal dilakukan terhadap pihak-pihak terkait. Baik panitia, perangkat desa, maupun pemohon sertifikat tanah.
Dugaan pungli muncul setelah biaya pengurusan melampaui ketentuan Rp 150 ribu. Yakni, Rp 350 ribu-Rp 1 juta per bidang. Suglendang, salah satu pemohon menyampaikan, dirinya sempat diminta membayar sebesar Rp 1.250.000 saat mengajukan sertifikasi lahan seluas kira-kira 3.000 meter persegi miliknya. ”Itu sekali bayar,” katanya kemarin (29/3).
Di tengah proses kepengurusan, panitia mengembalikan separo uang yang telah dibayar. Dia mengaku tidak tahu pasti alasan pemotongan biaya tersebut. ”Jarak berapa hari, karena masyarakat nggerundel, terus disuruh mengambil lagi. Yang Rp 500 ribu dikembalikan,” ujar warga Dusun Guyangan tersebut.
Ia dan sejumlah pemohon lain pernah dikumpulkan panitia di balai desa terkait biaya sertifikat. Di sana, panitia menjelaskan jika besaran kepengurusan adalah yang diterapkan saat ini sesuai dengan domisili pemilik lahan. ”Saya juga tidak tanda tangan pernyataan apa-apa,” imbuh dia.
Suglendang tidak tahu biaya asli pengurusan PTSL. Saat diminta besaran tersebut, dia hanya menurut. Namun, pengembalian separo biaya sebanyak Rp 500 ribu itu membuatnya merasa janggal. ”Aslinya saya tidak keberatan. Karena, kalau mengurus sendiri lebih mahal katanya. Tapi kok dikembalikan separo itu pasti ada apa-apa,” tukas pria kelahiran Desa Perning, Jetis dan telah menetap di Desa Madureso sejak 1980 tersebut.
Sukir, pemohon lainnya menegaskan, selama proses pengurusan PTSL, dirinya tidak pernah diminta membuat surat pernyataan apa pun. Baik berisi besaran biaya maupun perjanjian lain.
Dalam sosialisasi pihak BPN di balai desa tahun 2021 silam, pihaknya mendapat penjelasan jika biaya PTSL sebesar Rp 150 ribu per bidang tanpa biaya lain. Namun, dalam praktiknya, pemohon dikenakan tarif lebih mahal. ”Tapi setelah itu ada beberapa orang dikumpulkan dan diberi arahan bahwa biaya segitu (Rp 150 ribu) tidak cukup. Akhirnya ditentukan segitu (Rp 350-Rp 1 juta). Tapi yang menentukan bukan masyarakat, melainkan panitia,” beber mantan kepala dusun Guyangan tersebut.
Sementara itu, polemik program PTSL di Desa Madureso menjadi atensi Polres Mojokerto Kota. Kepolisian tengah melakukan penelusuran terkait dugaan pungli dengan meminta klarifikasi ke sejumlah pihak terkait. Meliputi pihak panitia, perangkat desa, dan pihak pemohon PTSL. ”Kita perlu tahu aturannya bagaimana, apa benar ada pungli, terus korbannya siapa,” jelas Kanitpidkor Satreskrim Polres Mojokerto Kota Ipda Muklisin.
Menurutnya, penelusuran ini juga terkait dengan ada tidaknya unsur paksaan dalam pembayaran biaya PTSL. Dengan kata lain, biaya ditetapkan di luar kesepakatan antara panitia dengan warga alias secara sepihak. ”Kalau ada paksaan artiya ada pungli. Kita akan klarifikasi dulu,” tegasnya. (adi/ron)