Hari kemenangan telah tiba. Berbagai perayaan akan dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri1441 Hijriah ini. Namun, bagi sebagian orang, Lebaran tak terjadi perubahan. Mereka tetap berada di balik tembok rumah tahanan (rutan).
Terdata, tiga mantan kepala daerah dan beberapa politisi Mojokerto yang akan Lebaran dan tak bisa bertemu dengan keluarga.
Jawa Pos Radar Mojokerto mencatat, satu di antaranya adalah Achmady. Ia terbukti melakukan korupsi APBD Kabupaten Mojokerto senilai Rp 30,9 miliar. Ia dihukum penjara selama 9 tahun, denda Rp 200 juta, dan dimiskinkan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 30,9 miliar subsider kurungan penjara selama 3 tahun.
Ditahan sejak Maret 2012, Achmady baru mengakhiri masa hukuman pokok Maret 2021. Dan, ia akan bebas tahun 2024 setelah menjalani pidana tambahan. Sampai saat ini, mantan calon Gubernur Jatim itu, menjalani Lebaran di Lapas Kelas I Surabaya, di Porong, Sidoarjo.
Nasib serupa juga dialami Mustofa Kamal Pasa (MKP). Bupati dua periode (2010-2018) ini baru bebas di tahun 2025. Data menyebutkan, MKP ditahan April 2018 dan divonis hukuman penjara selama 7 tahun.
Selain itu, ia harus membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 2,75 miliar, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
Pencabutan hak politik itu terhitung sejak ia selesai menjalani pidana pokoknya. Hukuman berat yang dijatuhkan hakim tersebut setelah ia terbukti menerima gratifikasi perizinan 22 tower di Kabupaten Mojokerto dan menerima fee perizinan sebesar Rp 2,75 miliar.
Dana itu mengalir dari dua perusahaan tower, PT Protelindo dan PT Tower Bersama Group. Menjalani hukuman hingga tahun 2025, dipastikan tak membuat MKP bisa bebas.
Kasus lain masih menantinya. Di antaranya, dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah bergulir. MKP tak sendirian. Ia akan kembali berhadap-hadapan dengan jaksa KPK bersama mantan kepala Dinas PUPR Zaenal Abidin.
Mantan kepala daerah lainnya adalah Mas’ud Yunus. Ia mengalami mimpi buruk di ujung jabatannya. Wali Kota Mojokerto periode 2013-2018 ini terseret kasus penyuapan terhadap 25 anggota DPRD sebesar Rp 1,4 miliar.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menghukum 3,5 tahun penjara, denda sebesar Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis hakim juga mencabut hak politik Mas’ud Yunus selama 3 tahun, terhitung sejak dia selesai menjalani masa hukuman. Sejak divonis hakim pada Oktober 2018, Mas’ud Yunus tak membayar denda yang dijatuhkan hakim.
Ia baru bebas November 2021. Selain Mas’ud Yunus, kepala Dinas PUPR Wiwiet Febrianto yang divonis 2 tahun penjara, telah bebas Juni 2019 lalu. Tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto juga masuk dalam rentetan kasus Mas’ud Yunus.
Mereka dalah mantan Ketua DPRD Purnomo, mantan Wakil Ketua Abdulloh Fanani dan Umar Faruq. Dari ketiganya, hanya Purnomo yang masih meringkuk di penjara. Ia akan bebas pertengahan tahun 2021 nanti.
Sementara Abdulloh Fanani dan Umar Faruq yang menjadi justice collaborator, telah bebas sejak Maret lalu. Keduanya berhasil mendapat asimilasi dan pembebasan bersyarat dari Kemenkum HAM.