Diperkosa Lebih dari Sekali, Siswi TK Alami Trauma
KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Siswi TK asal Kecamatan Dlanggu diduga telah mengalami pemerkosaan sejak setahun yang lalu. Akibatnya, korban yang mengalami rudapaksa dari tiga teman yang duduk di bangku SD ini cenderung mengurung diri dan jadi tempramen.
Kemarin, korban didampingi orang tua dan pengacaranya mendatangi kantor Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto untuk menjalani asesmen. Untuk memulihkan trauma yang dialami bocah 6 tahun itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) memberikan pendampingan psikolog. ’’Dari hasil asesmen, korban memang perlu terapi,’’ terang pengacara korban Krisdiyansari, kemarin.
Dugaan pemerkosaan awalnya terungkap pada Sabtu (7/1). Saat itu, orang tua korban mendapat laporan dari pengasuh dari saksi yang mengetahui bahwa buah hatinya diajak ke sebuah rumah tetangganya.
Di rumah yang tengah kosong karena ditinggal pemiliknya bekerja itu, korban mengalami tindak kekerasan seksual oleh tiga teman bermainnya. Ketiga terduga pelaku sama-sama masih berusia 8 tahun. ’’Orang tua menanyakan kepada korban apakah memang terjadi (pemerkosaan). Korban pun mengiyakan kalau dia dipaksa untuk tidur dan dilepas celananya,’’ tandasnya.
Tak terima dengan perlakuan tiga bocah terhadap anak perempuannya, orang tua kemudian melaporkan kejadian dugaan pemerkosaan ke Polres Mojokerto, Selasa (10/1) lalu. Untuk melengkapi laporan, korban juga telah menjalani visum yang hasilnya langsung diserahkan ke petugas penyelidikan.
Krisdiyansari mengatakan, pada Rabu (18/1), baik korban dan saksi telah dilakukan pemeriksaan oleh Korps Bhayangkara. ’’Setelah itu ada panggilan untuk pelaku yang lain yang dititipkan di kepala desa panggilannya,’’ tandas dia.
Di tengah proses penyelidikan tersebut, keluarga meminta agar buah hatinya mendapat pendampingan dari P2TP2A. Jumat (20/1), tutur Krisdiyansari, merupakan asesmen kali kedua yang diajukan keluarga korban.
Sebab, kata dia, korban yang duduk di bangku TK B ini mengalami trauma. Selain cenderung mengurung diri, sikap korban kini juga berubah menjadi tempramen. Belakangan, bocah perempuan ini juga kerap tidak mau bersekolah. ’’Tergantung mood-nya, karena emosian anaknya sekarang. Makanya ini sedang dilakukan terapi juga sama pihak psikolog dari P2TP2A sambil menunggu untuk proses pemeriksaan (kepolisian),’’ imbuhnya.
Selain proses hukum, kasus tersebut juga sempat dilakukan upaya mediasi. Namun, duduk bersama antara keluarga korban dan terduga pelaku yang difasilitasi perangkat desa setempat itu belum menemukan titik temu.
Krisdiyansari mengungkapkan, salah satu yang menjadi tuntutan keluarga korban adalah meminta agar pelaku untuk dijauhkan dari lingkungan korban. Tak hanya itu, keluarga pelaku juga diminta bertanggung jawab untuk terapi psikiater kepada korban. Namun, permintaan tersebut belum sanggup dipenuhi oleh keluarga terduga pelaku.
Apalagi, satu di antaranya pelaku diduga telah melakukan tindakan serupa sejak setahun yang lalu. Itu diketahui dari keterangan korban yang mengaku sudah lebih dari satu kali dipaksa melakukan tindakan asusila di rumah pelaku yang bersebelahan persis dengan tempat tinggal korban. ’’Kalau dari pengakuan korban sejak dari TK A, berarti tahun lalu (2022). Karena korban sekarang TK B,’’ tandas Krisdiyansari.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Anak DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto Ani Widyastuti mengaku tidak bisa menjelaskan secara rinci hasil dari asesmen yang sudah dua kali dilakukan kepada korban. Hanya saja, bentuk penanganannya dilakukan pendampingan dari psikolog P2TP2A. ’’Jadi, asesmen itu tidak dilakukan sekali, tapi beberapa kali supaya anak itu traumanya sembuh betul,’’ tambahnya.
Tidak menutup kemungkinan, pelayanan pendampingan juga akan diberikan terhadap terduga pelaku. Mengingat, ketiganya sama-masa masih berusia anak-anak. ’’Karena kami tugasnya melindungi anak. Baik anak yang melakukan atau korbannya itu kami lindungi,’’ beber Ani. (ram/fen)